Kabar Ngetren/Bandung – Wacana dan isu amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) kembali mencuat menjelang Pemilu 2024. Salah satu fokus utama dalam wacana tersebut adalah usulan untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), yang dahulu dikenal sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), ke dalam konstitusi.
“Haluan negara ada dalam UUD inilah yang menjadi pentingnya dilakukan amandemen,” ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Prof. Dr. Sjarifuddin Hasan, MM, MBA. “Sehingga perlu dilakukan amandemen secara terbatas,” tambahnya. Jum’at, (7/6).
Pernyataan tersebut disampaikan politisi Partai Demokrat itu saat diwawancarai oleh wartawan di sela kunjungan kerjanya di Kota Bandung, Jawa Barat.
Lebih lanjut, Sjarifuddin Hasan menuturkan bahwa wacana perlunya amandemen tidak hanya terbatas pada haluan negara. Kelompok masyarakat dan pemerintah juga sempat mengusulkan amandemen terkait penambahan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode.
Namun, terkait rencana amandemen ini, mantan Menteri Koperasi dan UMKM di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menegaskan bahwa MPR tidak akan melakukan amandemen sebelum Pemilu 2024.
“MPR tetap membuka pintu seluas-luasnya untuk aspirasi masyarakat yang ingin UUD diamandemen,” ungkap anggota DPR dari daerah pemilihan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur tersebut. “Aspirasi kita serap dan selanjutnya dikaji oleh Badan Pengkajian MPR.”
Dari berbagai aspirasi dan masukan yang ada, MPR akan membahas bahan-bahan tersebut untuk dimatrikulasi dan di-listing. Hasil akhirnya akan berupa rekomendasi yang akan disampaikan kepada Pimpinan MPR Periode 2024-2029. “Pimpinan MPR saat ini tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan amandemen,” ujarnya.
Meski demikian, Sjarifuddin menegaskan bahwa jika amandemen dilakukan, harus melalui kajian yang menyeluruh, bukan secara parsial. Ia juga menekankan bahwa MPR tidak pernah membahas apakah presiden dan wakil presiden perlu dipilih kembali oleh MPR atau tidak. “Sekali lagi saya tegaskan bahwa isu mengembalikan pemilihan presiden dan wakil presiden ke MPR, tidak pernah muncul,” tegasnya.
Pria asal Sulawesi Selatan itu menegaskan bahwa dalam negara demokrasi, semua kehendak ada di tangan rakyat. MPR sebagai representasi rakyat memiliki tugas menyerap dan menampung aspirasi. “Semua tergantung pada masyarakat termasuk partai politik,” ujar Sjarifuddin, yang juga Guru Besar Universitas Negeri Makassar. “Semua silakan memberi masukan kepada MPR,” tutupnya.