Kabar Ngetren/Jakarta – Ketua MPR RI ke-16 dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menegaskan bahwa sistem demokrasi yang diadopsi oleh Indonesia adalah demokrasi Pancasila, yang berakar pada nilai-nilai luhur Pancasila. Menurutnya, Indonesia tidak memilih demokrasi liberal, sosialisme komunis, atau bentuk demokrasi lainnya, karena demokrasi Pancasila lebih sesuai dengan karakter dan budaya bangsa.
“Dalam demokrasi, keseimbangan sangat penting. Demokrasi memberi ruang bagi masyarakat untuk berekspresi tanpa intimidasi, namun harus tetap dalam koridor yang tidak mencederai nilai-nilai demokrasi itu sendiri,” ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, dalam wawancara dengan Tim Majalah IKAL Lemhanas di Jakarta, Jum’at (9/8).
Bamsoet, yang juga Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi Hukum, HAM, dan Keamanan, menyadari bahwa praktik demokrasi di Indonesia masih dalam proses menuju kematangan. Ia mengakui bahwa kehidupan demokrasi di Indonesia saat ini belum mencapai kemapanan yang ideal, namun ia optimis bahwa demokrasi adalah proses dinamis yang selalu dapat diperbaiki.
“Sejak reformasi, implementasi demokrasi di Indonesia memang mengalami euforia sebagai momentum untuk menata kembali sistem ketatanegaraan, serta membebaskan diri dari berbagai keterbelengguan, seperti dalam kebebasan berekspresi,” jelasnya.
Namun, setelah 26 tahun pasca-reformasi, Bamsoet menyoroti bahwa masih banyak aspek dalam sistem demokrasi Indonesia yang perlu diperbaiki. Beberapa di antaranya bahkan mengalami stagnasi, sehingga semangat reformasi belum sepenuhnya terwujud sesuai harapan.
“Rakyat belum merasakan dampak positif demokrasi secara signifikan, terutama dalam hal kesejahteraan dan kemakmuran. Secara umum, setelah 26 tahun reformasi, demokrasi kita belum menunjukkan peningkatan yang berarti,” tambah Bamsoet.
Sebagai Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia, Bamsoet juga mengungkapkan bahwa kesadaran akan perlunya evaluasi sistem ketatanegaraan tidak hanya dirasakan olehnya, tetapi juga oleh beberapa tokoh bangsa, termasuk mantan presiden dan wakil presiden, ketua umum partai politik, dan mantan ketua MPR. Melalui forum Silaturahmi Kebangsaan, pimpinan MPR telah menemukan kesamaan pandangan bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia perlu ditata kembali.
“Permasalahan demokrasi di Indonesia bukan karena kesalahan konsep dasar atau pengaturan normatifnya, melainkan karena penyimpangan dalam implementasi demokrasi dari sistem yang mendasarinya,” pungkas Bamsoet.
Dengan demikian, Bamsoet mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama mengevaluasi dan memperbaiki praktik demokrasi di Indonesia agar lebih sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan mampu membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat.