Kabar Ngetren/Jakarta — Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose dalam rangka menyetujui penyelesaian 11 permohonan perkara melalui mekanisme keadilan restoratif. Salah satu perkara yang menonjol dalam ekspose tersebut adalah kasus Tersangka MA dari Kejaksaan Negeri Pohuwato yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kasus ini bermula pada Rabu, (15/5),sekitar pukul 19.00 WITA, ketika Saksi Korban, IM, memarkirkan sepeda motor Yamaha Vega R miliknya di lokasi tambang di Desa Karya Baru, Dengilo, Pohuwato. Sepeda motor tersebut kemudian diambil oleh Tersangka MA pada keesokan harinya, yang melihat bahwa kunci kontak motor dalam keadaan menyala. Tanpa berpikir panjang, MA menyalakan motor dan membawanya ke Tolangohula, Gorontalo, untuk dijual seharga Rp1.700.000,00.
Hasil penjualan motor tersebut digunakan oleh Tersangka untuk kebutuhan hidup sehari-hari tanpa seizin pemiliknya, mengakibatkan kerugian bagi IM sebesar Rp5.000.000,00.
Setelah kejadian tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Pohuwato, Dr. Arjuna Meghanada Wiritanaya, S.H., M.H., bersama tim, termasuk Kasi Pidum Lulu Marluki, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Aditya Wibowo, S.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme keadilan restoratif. Proses perdamaian berlangsung dengan Tersangka yang mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Korban. IM menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum terhadap MA dihentikan.
Setelah kesepakatan damai tercapai, permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diajukan oleh Kejaksaan Negeri Pohuwato ke Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Sofyan S, S.H., M.H., sependapat dengan penghentian penuntutan ini dan mengajukan permohonan tersebut kepada JAM Pidum. Permohonan ini kemudian disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, (12/8).
Selain kasus MA, JAM Pidum juga menyetujui penyelesaian 10 perkara lainnya melalui mekanisme keadilan restoratif. Beberapa di antaranya termasuk:
– ST (Kejaksaan Negeri Boalemo): Disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
– RA (Kejaksaan Negeri Boelemo): Disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– NS (Kejaksaan Negeri Banyuasin): Disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan utama pemberian penghentian penuntutan ini antara lain adalah adanya proses perdamaian, pengakuan dan penyesalan dari Tersangka, dan pertimbangan sosiologis serta respon positif dari masyarakat.
JAM Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022. Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kepastian hukum dan menyelesaikan perkara secara adil tanpa harus melalui proses persidangan yang tidak selalu membawa manfaat yang lebih besar bagi para pihak.