Scroll untuk baca artikel
BeritaBudaya

Kisah Unik Kopi Ethek: Tradisi Kopi Pikul Keliling Barter Gabah di Pijeran Siman Ponorogo

1084
×

Kisah Unik Kopi Ethek: Tradisi Kopi Pikul Keliling Barter Gabah di Pijeran Siman Ponorogo

Sebarkan artikel ini
Sumber gambar : Facebook @Karya Budaya Bangsa

K N, Jatim – Ponorogo dikenal dengan berbagai tradisi dan budaya lokal yang tetap lestari hingga kini. Salah satu tradisi yang unik dan menarik perhatian adalah Kopi Ethek, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kopi Pikul Keliling Barter Gabah.

Tradisi ini masih berlangsung di Desa Pijeran, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo. Menariknya, sistem pembayaran dalam tradisi ini tidak menggunakan uang tunai, melainkan dengan barter atau ditukar dengan gabah (padi yang belum digiling).

Kopi Ethek berasal dari kebiasaan warga Pijeran Siman dalam menikmati kopi. Kata “Ethek” sendiri mengacu pada ampas atau sisa dari biji kopi yang sudah diseduh.

Namun, dalam tradisi ini, Kopi Ethek lebih menonjolkan filosofi gotong-royong dan keikhlasan. Tradisi ini sudah ada sejak lama, bahkan sebelum era modernisasi merambah ke desa-desa.

Pada masa itu, penduduk desa tidak memiliki akses mudah untuk membeli kopi. Sehingga, para petani kopi keliling menawarkan kopi mereka dengan cara dipikul.

Baca Juga  Jaksa Agung Soroti Pemidanaan Tindak Pidana yang Merugikan Perekonomian Negara

Sistem pembayarannya pun tidak menggunakan uang tunai, melainkan ditukar dengan gabah yang dimiliki oleh pemilik sawah. Sistem barter ini menjadi simbol kebersamaan dan tolong-menolong antarwarga.

Sistem Pembayaran dengan Barter Gabah

Salah satu hal yang membuat Kopi Ethek unik adalah sistem pembayarannya. Dalam tradisi ini, pemilik sawah yang ingin menikmati kopi tidak perlu membayar dengan uang. Sebagai gantinya, mereka memberikan gabah kepada penjual kopi.

Jumlah gabah yang diberikan pun tidak ditentukan, tergantung pada keikhlasan dan kemampuan si pemilik sawah.

Sistem barter seperti ini menunjukkan adanya hubungan sosial yang kuat di masyarakat Desa Pijeran. Penjual kopi tidak pernah memaksa jumlah gabah yang harus diberikan, dan pemilik sawah juga memberikan gabah sesuai dengan kemampuannya.

Filosofi ini menjadi cerminan dari budaya gotong-royong dan kepercayaan antarwarga.

Tradisi Kopi Ethek semakin dikenal luas setelah cerita tentangnya dibagikan di berbagai media sosial salah satunya pengguna Facebook dengan akun @Karya Budaya Bangsa.

Baca Juga  Tukar Tambah Mobil Lebih Gampang dan Terjamin di Auto2000!

Dalam unggahannya, akun tersebut menjelaskan tentang proses barter gabah yang masih dipertahankan oleh penjual kopi di Pijeran Siman.

Unggahan ini mendapat perhatian luas dari masyarakat, baik di Ponorogo maupun dari daerah lainnya.

Banyak netizen yang tertarik dengan konsep unik ini dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana tradisi Kopi Ethek masih bertahan di tengah arus modernisasi.

Kopi Ethek menjadi simbol kekayaan budaya lokal yang tetap lestari dan tidak tergerus oleh zaman.

Di tengah modernisasi dan perkembangan zaman, tradisi-tradisi lama sering kali mulai ditinggalkan. Namun, Desa Pijeran Siman berhasil mempertahankan tradisi Kopi Ethek sebagai bagian dari identitas budaya lokal.

Meskipun kini banyak orang yang dapat dengan mudah membeli kopi di warung atau kafe, tradisi Kopi Ethek tetap bertahan sebagai simbol dari kebersamaan dan keikhlasan.

Baca Juga  Temu Kangen Ex Paspampres 2024: Membangun Kekeluargaan dan Semangat Bersama

Para warga desa percaya bahwa mempertahankan tradisi ini adalah cara untuk menjaga nilai-nilai leluhur yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Dengan adanya perhatian dari media sosial dan masyarakat yang lebih luas, diharapkan Kopi Ethek dapat terus lestari dan dikenal oleh generasi berikutnya.

Kopi Ethek bukan sekadar secangkir kopi biasa. Ia adalah simbol dari nilai-nilai gotong-royong, keikhlasan, dan kebersamaan yang terus hidup di Desa Pijeran Siman,

Ponorogo. Di tengah modernisasi, tradisi ini tetap bertahan, memperlihatkan kekayaan budaya lokal yang unik dan menarik. Sistem barter gabah yang diterapkan juga menjadi bukti bahwa di beberapa tempat, uang bukanlah segalanya.

Tradisi ini layak untuk terus dilestarikan dan dikenalkan kepada dunia yang lebih luas.

Sumber : Facebook @Karya Budaya Bangsa

Follow Official WhatsApp Channel KN Official untuk mendapatkan artikel-artikel terkini, Klik Di sini.

Yuk! baca artikel menarik lainnya di Google News.