Kabar Ngetren/Surabaya – Eny Budi Handayani, seorang ibu rumah tangga dari Bogorami Makam, Surabaya, menjadi korban penindasan dan ancaman oleh seorang rentenir bernama EW. Senin (5/8), Kejadian ini terungkap ketika Eny datang ke kantor hukum D.Firmansyah, SH & Rekan di Jalan Peneleh No. 128, Surabaya, dalam kondisi sangat emosional, membawa cerita menyedihkan tentang penderitaannya.
Menurut Eny, ia menerima modal sebesar Rp50 juta dari EW untuk usaha, dengan syarat memberikan bagi hasil setiap bulan. Namun, EW tidak mengambil bagi hasil tersebut secara rutin, melainkan hanya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Akibatnya, utang Eny semakin menumpuk dan bunga pinjaman melonjak menjadi Rp117 juta.
Lebih parah lagi, EW memaksa Eny untuk menjaminkan sertifikat rumahnya sebesar Rp90 juta di bank. Setelah sertifikat rumah tersebut dikeluarkan, EW langsung membawanya pergi. Ancaman dari orang-orang suruhan EW pun semakin meresahkan, dengan ancaman kekerasan jika Eny tidak membayar utang dan meninggalkan rumahnya.
Eny juga dipaksa menandatangani surat pernyataan yang mencantumkan rincian utang, termasuk pernyataan palsu bahwa rumahnya telah dijual kepada EW seharga Rp150 juta. Eny menolak dan merasa tertekan, mengingat ia tidak merasa menjual rumahnya.
Dodik Firmansyah, SH, pemilik kantor hukum D.Firmansyah, SH & Rekan, mengecam tindakan EW.
“Tindakan yang dilakukan EW dan kawan-kawannya sangat tidak dapat diterima. Utang-piutang tidak dapat menjadi alasan untuk pidana, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Apalagi dengan adanya ancaman kekerasan dan pemaksaan, kami akan segera melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian,” ujar Dodik.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan hukum terhadap korban penindasan dan ancaman dalam kasus utang-piutang, serta perlunya penegakan hukum yang tegas untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.