Kabar Ngetren/Sidoarjo – Sebuah polemik yang melibatkan tanah hibah di Desa Balongdowo, Candi, Sidoarjo, telah mencuri perhatian publik. Tanah yang seharusnya dihibahkan oleh ahli waris atas nama Mari’a dan keluarganya untuk keperluan jalan desa, kini menjadi sumber konflik dan ketidakpastian di tengah masyarakat. Masalah ini mencuat setelah pernyataan Kepala Desa (Kades) Balongdowo, Amiril, yang kemudian dipublikasikan oleh media, menimbulkan kebingungan dan kekecewaan bagi ahli waris.
Ahli waris, Mari’a, merasa sangat dirugikan oleh pemberitaan tersebut, yang muncul tanpa adanya konfirmasi langsung dari pihaknya. Dalam pernyataannya, Mari’a mengungkapkan kekecewaannya terhadap Kades Balongdowo yang dinilainya telah menyebarkan informasi yang tidak sepenuhnya akurat. “Seharusnya Kades dan pihak media konfirmasi dulu ke saya selaku ahli waris untuk menanyakan kepastian terkait hibah itu. Memang benar tanah akan saya hibahkan untuk kepentingan jalan, tapi kan belum final segala urusannya,” ujar Mari’a, Jum’at, (9/8).
Polemik ini semakin memanas ketika pemberitaan berjudul “Dapat Tanah Hibah Jalan Tembusan, Kades Balongdowo Candi Sidoarjo Berharap Masyarakat Menikmati Pembangunan” yang dipublikasikan pada Jum’at, (26/7), menimbulkan kekecewaan mendalam bagi keluarga Mari’a. Kabar tersebut bahkan sempat dihapus dari situs media online setelah ahli waris menyatakan keberatannya.
Amiril, Kades Balongdowo, saat dikonfirmasi pada Jum’at, (8/8), mengakui kesalahan dalam penanganan masalah ini, terutama terkait dengan pemberitaan yang sudah tersebar. Ia juga menjelaskan bahwa keterlambatan dalam pengukuran ulang tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) disebabkan oleh belum adanya salinan sertifikat dari pihak ahli waris. “Barusan siang ini suami Mari’a datang, dan saya kasih tahu untuk menyerahkan fotokopi sertifikatnya. Setelah penyerahan sertifikat nanti, saya daftarkan ke BPN, baru nanti BPN turun untuk melakukan pengukuran,” jelas Amiril.
Lebih lanjut, Amiril merasa bahwa berita yang beredar terkesan simpang siur dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Ia menegaskan bahwa permasalahan ini sebenarnya sudah beres, namun terkendala oleh kegiatan desa yang padat serta belum adanya penyerahan fotokopi sertifikat dari pihak ahli waris. “Masalahnya cuma di situ, dan kemungkinan dari pihak keluarga ada yang iri hingga desa yang disalahkan,” tambahnya.
Namun, pernyataan Amiril justru memperparah kekecewaan keluarga Mari’a, yang merasa bahwa janji pengukuran ulang tanah oleh BPN belum juga terealisasi. Hendhi Wahyudianto, Ketua LSM ALAS (Aliansi Arek Sidoarjo), yang mendampingi Mari’a, menyoroti bahwa pemerintah desa terkesan mengabaikan kesepakatan yang sudah dibuat. “Pihak ahli waris sangat keberatan dengan pemberitaan tersebut, dan Kades sudah berjanji untuk segera melakukan pengukuran ulang dari desa dan BPN, tapi belum terealisasi,” ungkap Hendhi, Kamis, (8/8).
Hendhi juga menegaskan bahwa surat pernyataan hibah yang tertanda tanggal 21 Juni 2024 itu memang benar adanya, namun kesepakatan tersebut dibuat dengan syarat bahwa desa akan memfasilitasi pengukuran ulang oleh BPN. “Faktanya, pemerintah desa terkesan mengabaikan hingga masalah ini berlarut-larut sampai sekarang,” tambahnya.
Camat Candi, Lukman Sanjaya, S.TP., M.HP., juga angkat bicara terkait permasalahan ini. Saat dikonfirmasi pada Jum’at, (8/8), Lukman mengaku tidak mengetahui adanya konflik tersebut karena tidak pernah ada koordinasi dari Kades Balongdowo. “Kades Balongdowo tidak pernah koordinasi dengan saya, jadi saya tidak mengetahui konflik atau masalah yang terjadi di desa Balongdowo. Jika sekarang ada seperti ini, saya sebagai Camat pasti kena dampaknya juga,” ujar Lukman.
Sementara itu, Suntoro, suami dari Poniti (saudara Mari’a), mengungkapkan bahwa masalah ini berawal ketika pihak ahli waris mengetahui sebidang tanah mereka telah dipondasi untuk jalan desa tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. “Sebenarnya kami tidak menghibahkan, tapi saat itu kami menuntut hak kami karena pihak desa tiba-tiba sudah memondasi tanah kami tanpa ada pemberitahuan atau rapat dulu,” jelas Suntoro, Jum’at (9/8).
Permasalahan ini semakin memperlihatkan ketidakjelasan dalam komunikasi dan koordinasi antara pemerintah desa dan ahli waris. Kini, semua pihak menantikan langkah konkret dari pemerintah desa untuk menyelesaikan masalah ini secara adil dan transparan, guna menghindari polemik yang lebih besar di kemudian hari.