Scroll untuk baca artikel
BeritaHeadlineNewsTrending

Pemulihan Ekonomi Nasional di Tengah Tantangan Global: Fokus Baru untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

53
×

Pemulihan Ekonomi Nasional di Tengah Tantangan Global: Fokus Baru untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

Sebarkan artikel ini

Kabar Ngetren/Jakarta – Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI ke-16 dan dosen pasca sarjana di beberapa universitas ternama, seperti Universitas Borobudur, Universitas Trisakti, dan Universitas Jayabaya, mengungkapkan pentingnya perhatian serius terhadap banjir data yang menunjukkan melemahnya kinerja ekonomi nasional. Data ini seharusnya menjadi aspirasi rakyat dan peringatan bagi pemerintah untuk lebih fokus pada pemulihan ekonomi.

Seiring berjalannya waktu, kombinasi faktor eksternal dan internal terus memberikan tekanan pada ekonomi dalam negeri. Mulai dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga penurunan kinerja sektor manufaktur, semua faktor ini mengisyaratkan bahwa pemerintah harus mengambil langkah nyata untuk menekan impor dan menjaga daya beli masyarakat.

Dalam hitungan hari, kabinet Presiden Joko Widodo akan demisioner, dan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih pada Pemilu 2024 akan memulai kepemimpinannya. Tantangan yang dihadapi tidaklah mudah, mulai dari kenaikan harga minyak mentah di pasar global hingga ancaman ketidakmampuan APBN 2025 untuk mencapai target pertumbuhan.

Baca Juga  Intip Dana Pensiun Anggota DPR

Tekanan ekonomi semakin diperberat oleh lonjakan harga minyak dunia, yang pada Oktober 2024 dilaporkan mencapai level $81,14 per barel untuk minyak jenis Brent. Kondisi ini memperburuk beban subsidi bahan bakar yang harus ditanggung APBN. Dampaknya, APBN 2025 berisiko kekurangan dana, dengan perkiraan tambahan belanja negara sebesar Rp300 triliun diperlukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.

Melemahnya kinerja sektor manufaktur semakin memperparah keadaan. Purchasing Manager’s Index (PMI) pada Juli 2024 mencatat penurunan menjadi 49,3, di bawah ambang batas 50 yang menandakan kontraksi pasar. Hal ini berdampak langsung pada penurunan produktivitas dan berujung pada gelombang PHK yang semakin meluas. Kementerian Tenaga Kerja mencatat bahwa sepanjang Januari hingga Oktober 2024, sebanyak 52.993 pekerja terkena PHK.

Baca Juga  Aktor Inisial AA Ditangkap karena Kasus Narkoba: Fakta Penangkapan dan Penyidikan

Dengan melemahnya daya beli masyarakat akibat penurunan kinerja ekonomi, Indonesia bahkan mengalami deflasi berturut-turut sejak Mei 2024, dengan deflasi terakhir tercatat sebesar 0,12% pada September 2024. Kondisi ini mengancam posisi kelas menengah Indonesia, yang jumlahnya menurun drastis dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024.

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintahan Prabowo perlu merumuskan kebijakan yang fokus pada pengendalian impor produk manufaktur serta memperkuat daya beli masyarakat. Banjirnya produk impor murah di pasar Indonesia telah menyebabkan banyak produsen dalam negeri gulung tikar dan mem-PHK karyawan. Sektor manufaktur lokal, termasuk UMKM, harus mendapatkan perhatian khusus agar dapat kembali berdaya saing dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Baca Juga  Gotongroyong TNI dan Warga Bangun Talud Penahan Tanah di Dukuh Jaten

Selain itu, kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang direncanakan menjadi 12% perlu dipertimbangkan ulang. Langkah ini dapat semakin memperlemah daya beli masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.

Dalam menghadapi tantangan global dan domestik, pemerintah baru harus memaksimalkan potensi dalam negeri dan menciptakan kebijakan yang berorientasi pada pemulihan ekonomi bertahap. Hanya dengan upaya kolaboratif dan fokus yang tepat, Indonesia bisa kembali bangkit dari tekanan ekonomi yang sedang berlangsung.

Follow Official WhatsApp Channel KN Official untuk mendapatkan artikel-artikel terkini, Klik Di sini.

Yuk! baca artikel menarik lainnya di Google News.