Kabar Ngetren/Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo, menyampaikan bahwa tingginya biaya politik di Indonesia menjadi salah satu penyebab utama maraknya korupsi, terutama di kalangan pejabat publik yang terpilih melalui pemilihan langsung, termasuk pilkada. Hal ini diungkapkan Bamsoet dalam fit and proper test calon pimpinan KPK di Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 2004 hingga 2023, sebanyak 344 anggota DPR dan DPRD serta 161 bupati/wali kota dan 24 gubernur terjerat kasus korupsi.
“Sistem demokrasi pemilihan langsung untuk kepala daerah dan legislatif sangat rawan terhadap politik uang dan biaya tinggi, yang berpotensi mendorong pejabat terpilih terjerat tindak korupsi. Tingginya biaya politik ini seringkali memaksa mereka melakukan berbagai cara untuk mengembalikan dana yang sudah dikeluarkan saat kampanye,” kata Bamsoet.
Biaya Tinggi dalam Demokrasi Langsung
Bamsoet menambahkan bahwa berdasarkan kajian KPK, seorang calon bupati atau wali kota membutuhkan biaya hingga Rp 50-100 miliar untuk mencalonkan diri. Biaya politik yang besar juga harus dikeluarkan oleh calon legislatif saat pemilu.
“Dengan beban biaya setinggi itu, tidak jarang pejabat yang terpilih lebih memikirkan cara mengembalikan investasi politik mereka dibandingkan bekerja untuk kepentingan rakyat,” lanjut Bamsoet.
Fenomena ini menunjukkan bahwa sistem demokrasi langsung di Indonesia cenderung menyimpang dari substansinya dan semakin menjadi ajang politik transaksional.
“Demokrasi kita malah berubah menjadi NPWP, nomor piro-wani piro,” ujar Bamsoet dengan kritis.
Peran KPK dalam Mengatasi Korupsi
Dalam kesempatan tersebut, Bamsoet juga meminta calon pimpinan KPK untuk mengevaluasi apakah sistem demokrasi langsung menjadi faktor utama sulitnya pemberantasan korupsi. Tingginya biaya politik dituding mendorong para pejabat untuk terjebak dalam praktik korupsi, termasuk mereka yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
“Sudah waktunya kita mengkaji ulang apakah sistem demokrasi langsung lebih banyak membawa manfaat atau malah mendatangkan mudharat. Hal ini penting untuk menilai keberlanjutan demokrasi yang kita jalankan dan upaya menghapus korupsi,” tegas Bamsoet.