Scroll untuk baca artikel
BeritaHeadlineNewsTrending

Catatan Ketua MPR RI: Membangun Kemandirian Pangan untuk Ketahanan Nasional

60
×

Catatan Ketua MPR RI: Membangun Kemandirian Pangan untuk Ketahanan Nasional

Sebarkan artikel ini

Kabar Ngetren/Jakarta – Salah satu faktor utama yang membentuk ketahanan nasional adalah kemampuan negara dalam mewujudkan kemandirian pangan. Mengingat pentingnya hal ini, kita harus menyegarkan kembali kesadaran bersama akan urgensi kemandirian pangan. Ketahanan pangan nasional yang rapuh seperti saat ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena Indonesia sejatinya mampu mewujudkan kemandirian pangan.

Realisasi kemandirian pangan di Indonesia harus terus diupayakan secara konsisten. Jangan hanya menjadi wacana atau slogan semata. Upaya ini menuntut kerja keras, fokus, dan kesungguhan, yang didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) yang progresif. Perubahan iklim seharusnya tidak dijadikan alasan untuk menyerah pada penurunan produktivitas tanaman pangan. Bukankah semua negara juga mengalami dampak perubahan iklim? Oleh karena itu, Indonesia harus inovatif dalam mengatasi perubahan pola hujan dengan meningkatkan aktivitas litbang untuk pola tanam dan diversifikasi pangan.

Kesadaran bersama tentang pentingnya kemandirian pangan berpijak pada kewajiban negara untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses terhadap bahan makanan bergizi dengan harga terjangkau. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun ini sudah lebih dari 281,6 juta jiwa. Negara harus mampu menyediakan bahan pangan untuk jumlah penduduk sebanyak itu.

Semangat ketergantungan antar-negara yang membuka akses untuk impor bahan pangan tidak boleh membuat Indonesia meremehkan urgensi kemandirian pangan. Impor bahan pangan bisa menjadi sulit karena ketidakpastian global, perubahan iklim, dan perubahan pola hujan. Ketidakpastian global akibat konflik bersenjata dapat mengganggu rantai pasok, sementara iklim dan pola hujan yang tak menentu dapat merusak areal tanam di negara-negara produsen tanaman pangan.

Baca Juga  Penyuluhan Hukum Jaksa Sahabat Masyarakat: Program Jaga Desa di Halmahera Timur

Impor bahan pangan bukanlah hal yang haram, tetapi akan menjadi masalah serius jika kebutuhan pangan harus selalu dipenuhi dengan impor dalam jumlah besar. Ketika stok bahan pangan di dalam negeri menipis, lonjakan harga tidak bisa dihindari. Masyarakat mencatat bahwa gejolak harga bahan pangan, terutama beras, selalu menjadi cerita yang berulang. Lonjakan harga bahan pangan selalu menyebabkan ketidaknyamanan bagi semua orang.

Kesungguhan negara untuk merealisasikan kemandirian pangan akan memberikan manfaat yang berlipat ganda. Dengan perencanaan yang komprehensif, akan terwujud pemberdayaan bagi puluhan juta petani tanaman pangan. Saat berbagai bahan pangan dari berbagai daerah diolah dan didistribusikan ke seluruh pelosok tanah air, tercipta banyak lapangan pekerjaan. Dampak positif dari industri pengolahan bahan pangan dan pendistribusiannya akan menyediakan lapangan kerja bagi belasan juta generasi milenial dan Gen-Z yang kini menganggur.

Menurut BPS, tercatat ada sekitar 29,36 juta petani pada tahun 2023. Data ini menunjukkan minimnya minat orang muda bekerja dan berbisnis di sektor pertanian tanaman pangan. Dalam satu dekade terakhir, jumlah petani Indonesia dilaporkan menurun sekitar 7,42 persen. Pada 2013, jumlah petani masih tercatat sekitar 31,70 juta. Penurunan jumlah petani dan minimnya generasi muda di sektor pertanian tanaman pangan disebabkan oleh persepsi bahwa sektor ini tidak prospektif.

Baca Juga  Gus Hasan Siap Maju sebagai Calon Bupati Banyumas 2024

Padahal, potensi sektor pertanian tanaman pangan dan industri pengolahannya di Indonesia sangat besar karena pasarnya mencakup kebutuhan sehari-hari bagi lebih dari 280 juta jiwa. Potensi besar ini akan terwujud jika negara bersungguh-sungguh merealisasikan kemandirian pangan dengan kemauan politik dan dukungan litbang yang progresif. Alih lahan pertanian harus dihentikan, dan lahan pertanian tanaman pangan harus terus diperluas.

Sektor pertanian tanaman pangan yang produktif akan mewujudkan kemandirian pangan dan kemakmuran bagi semua komunitas yang bekerja di sektor tersebut. Jika terwujud, kontribusi komunitas pertanian dan pengolahan tanaman pangan bagi ketahanan nasional sangat signifikan. Stabilitas nasional akan terjaga karena kebutuhan pokok rakyat tersedia dalam jumlah cukup dengan harga terjangkau.

Namun, ketahanan pangan nasional masih rapuh karena belum mandiri. Hal ini tercermin dari keluhan banyak komunitas tentang mahalnya harga bahan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, beberapa komoditas bahan pangan harus diimpor karena potensi dalam negeri belum dimaksimalkan. Indonesia mengimpor belasan komoditas pangan seperti beras, kedelai, gula pasir, jagung, susu, daging, sayur, buah, dan tepung terigu.

Baca Juga  Pelayanan Prima Polres Gresik dalam Pengamanan Haul Mbah Zainal Abidin

Pada tahun 2024, pemerintah memastikan impor 3,6 juta ton beras. Pada 2023, total impor beras mencapai 3,5 juta ton. Indonesia mengimpor beras dari Vietnam, Thailand, Myanmar, Pakistan, dan India. Konsumsi beras masyarakat diperkirakan mencapai 30,9 juta ton, tetapi produksi dalam negeri sering lebih rendah dari permintaan tersebut. Defisit antara permintaan beras dan produksi dalam negeri sekitar lima persen. Jika benar, gejolak harga bisa dihindari. Namun, gejolak harga beras yang berulang menunjukkan masalah dalam produksi, manajemen stok, dan pendistribusian.

Komoditas lain yang selalu diimpor adalah kedelai sebagai bahan baku tahu-tempe. Volume produksi kedelai dalam negeri hanya sekitar 555.000 ton, sedangkan permintaan mencapai 2,7 juta ton. Idealnya, ada inisiatif program peningkatan kapasitas produksi kedelai dalam negeri.

Perubahan iklim dan pola hujan harus dimaknai sebagai alarm tentang urgensi kemandirian pangan. Mengurangi ketergantungan pada impor bahan pangan demi ketahanan nasional sangat penting. Kemandirian pangan harus diwujudkan agar Indonesia tidak lagi mengimpor beras, kedelai, gula pasir, jagung, susu, daging, sayur, buah, dan tepung terigu.

Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Dosen Pascasarjana Universitas Borobudur, Universitas Trisakti, Universitas Jayabaya, dan Universitas Pertahanan RI (UNHAN)