Kabar Ngetren/Tangerang Selatan – Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengungkapkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan rasio jumlah dokter dibandingkan dengan jumlah penduduk. Berdasarkan data, Indonesia memiliki rasio 0,47 dokter per 1.000 penduduk, yang jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu minimal 1 dokter per 1.000 penduduk. Kondisi ini menempatkan Indonesia pada peringkat 147 di dunia dan ke-9 di tingkat ASEAN, hanya lebih baik dari Kamboja dan Laos.
“Untuk mencapai jumlah ideal, Indonesia masih kekurangan sekitar 124.000 dokter umum dan 29.000 dokter spesialis,” ungkap Bamsoet saat memberikan pidato dalam acara Angkat Sumpah Dokter ke-55 Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) di Tangerang Selatan, Kamis (8/8/24).
Acara ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, seperti Sekretaris Umum PP Muhammadiyah sekaligus Ketua Badan Pembina Harian UMJ, Prof. Abdul Mu’ti; Rektor UMJ, Prof. Ma’mun Murod; Dekan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UMJ, dr. Tri Ariguntar Wikaning Tyas, Sp.P.K.; Ketua Ikatan Dokter Indonesia Tangerang Selatan, dr. H. Fajar Siddiq; Ketua Senat Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UMJ, dr. Agus Sunarto, Sp.O.; serta Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UMJ, dr. Zainy Hamzah, Sp.BS.
Bamsoet menekankan bahwa solusi untuk memperbaiki rasio dokter ini bukan hanya dengan memberikan izin praktek kepada dokter asing, tetapi juga melalui upaya peningkatan fasilitas dan kemudahan bagi Fakultas Kedokteran di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Ia menyoroti pentingnya perlakuan khusus terhadap pajak alat kesehatan agar tidak masuk dalam kategori pajak barang mewah, sehingga dapat meringankan biaya operasional kampus dan rumah sakit. Dampak akhirnya diharapkan dapat menurunkan biaya pendidikan kedokteran dan juga biaya pengobatan bagi masyarakat.
“Saat ini, jumlah lulusan dokter spesialis di Indonesia masih tergolong rendah, dengan hanya 2.700 lulusan setiap tahun. Distribusi mereka juga tidak merata, terkonsentrasi di Pulau Jawa dan kota-kota besar saja,” tambahnya.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga dokter spesialis, pemerintah telah menciptakan terobosan melalui Academic Health System (AHS) dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSP-PU). AHS merupakan model kerja sama terintegrasi antara perguruan tinggi, rumah sakit pendidikan, wahana pendidikan, dan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan program pendidikan, penelitian, pelayanan kesehatan, dan pengabdian kepada masyarakat secara terpadu.
Bamsoet juga mengungkapkan keprihatinannya terkait fenomena banyaknya warga Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negeri, terutama ke Malaysia, dengan total pengeluaran mencapai USD 11,5 miliar per tahun. Menurutnya, Indonesia seharusnya bisa menjadi tuan rumah bagi warganya sendiri dalam hal pelayanan kesehatan, bahkan menjadi destinasi utama wisata medis bagi warga dunia.
“Dengan sumber daya manusia dan rumah sakit yang dimiliki, Indonesia seharusnya bisa menjadi pemain utama dalam wisata medis, menjadikan negara ini tempat yang nyaman bagi warga dunia untuk berobat,” pungkas Bamsoet.
Pernyataan Bambang Soesatyo ini menyoroti pentingnya pembenahan sektor kesehatan di Indonesia, tidak hanya dari sisi kuantitas tenaga medis, tetapi juga kualitas pelayanan dan infrastruktur pendukung. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan rasio dokter, memperkuat sistem pendidikan kedokteran, dan menjadikan Indonesia sebagai pusat pelayanan kesehatan yang kompetitif di kawasan dan dunia.