OPINI – Rasanya bangga sekali saya bisa berteman dengan tim dan relawan Prabowo Gibran melalui group whatshaff.
Group whatshaff Prabowo Gibran dihuni oleh anggota berlatar belakang berbeda seperti politisi, pengusaha, LSM, pimpinan media, lawyer, jurnalist, tim IT handal, pimpinan ormas dan mahasiswa.
Mereka bekerja profesional sesuai job masing-masing; merancang issu sentral, mencounter info medsos yang tak seimbang, memberikan kajian hukum yang sangat baik, dll yang dibutuhkan untuk disampaikan kepada publik.
Tim media dan tim IT bertugas mengawal kegiatan Prabowo Gibran dengan berita menarik, tulisan yang menarik dibaca, tulisan opini yang mencerdaskan, tulisan yang mendidik bagi masyarakat.
Tim yang sangat solid dan kompak. Mereka menghargai kecerdasan, kemampuan, skill para tim yang bekerja dengan logistik, peralatan, perlengkapan, dan tentu dengan budget anggaran yang lumayan menghidupkan dan memperlancar segala kebutuhan tim dalam bekerja.
Calon pemimpin paham betul bahwa dalam perebutan kekuasaan tim kerja harus super lengkap. Bukan tim sekedar diatas kerja. Tapi tim yang memiliki kualifikasi teruji.
Dalam meraih sukses, tentunya, kerja maksimal yang diharapkan. Tak ada yang gratis dalam pertempuran merebut kekuasaan. Baik itu pilpres, pilbup, pilwalkot, pilgub, bahkan pilkades pun tak ada yang gratis.
Belajar pada tempat yang tepat pasti hasilnya berbeda dengan tempat yang asal jadi. Mencari ilmu di tempat yang benar pastilah hasilnya sangat berbeda dengan tempat yang biasa-biasa saja.
Pergerakan tim juga akan lebih variatif dengan hadirnya para pemikir NGO & mahasiswa bertugas merancang pergerakan, memperkuat basis, merebut daerah basis lawan, merancang de-ide cemerlang.
Semua tugas berjalan rapih sesua tupoksinya. Para jurnalist bertugas untuk membuat berita dengan tulisan yang enak dibaca publik. Bagi politisi, lawyer, membuat ragam tulisan opini, serta pembelaan. Berikutnya, pengusaha menyiapkan amunisi, vitamin, dan logistik.
Sejatinya, berpolitik tak boleh semborono. Harus paham aturan main. Memahami esensi berdemokrasi. Setiap pergerakan dan penyelesaian masalah tidak mengedepankan sikap emosional.
Ikut berpolitik baik di pilpres, pilgub, pilbup, pilwalkot, bahkan pilkades haruslah jelas. Harus tahu kemana arah pergerakan lawan. Bukan asal bapak senang (ABS). Memberi dukungan kepada calon harus mengerti apa yang harus dilakukan. Bukan hanya sebatas teriak tong kosong nyaring bunyinya.
Menjadi umum bahwa disetiap pemilihan muncul variabel seperti para pendukung liar, dan relawan pendukung yang terstruktur. Ada relawan dan tim pendukung terstruktur tapi kesulitan bergerak karena faktor minimnya logistik dan amunisi sebagai operasional.
Dalam konteks tersebut diatas dapat diketahui benang merahnya bahwa jika ingin sukses dalam perebutan kekuasaan baik dikontestasi pilpres, pilgub, pilbup, pilwalkot, dan pilkades, maka calon harus segalanya.
Mengapa harus siap amunisi, siap logistik, siap tim yang tangguh, siap SDM dari berbagai disiplin ilmu sebab tak ada yang gratis di zona pertempuran dalam perebutan kekuasaan.
Bila ada calon pemimpin selalu berharap hal yang gratis. Tidak mau bersedekah (pelit) dan hanya ingin memanfaatkan tenaga orang lain dalam kerja politik, maka orang tersebut tak layak jadi pemimpin.
Mencari “gratisan” dalam wilayah politik sama artinya mempertontonkan kebodohan dimata publik. Hanya membuang-buang waktu, menguras tenaga dan pikiran.
Dalam zona politik, harga untuk memperebutkan kekuasaan sangatlah mahal. Logikanya; ada uang silahkan ikut kompetisi, tak ada uang jangan coba melibatkan diri dalam pertarungan perebutan kekuasaan.
Selain faktor figur (jokowi, prabowo, gibran), kemenangan prabowo gibran juga ditentukan oleh faktor lain; kekuatan timses (perangkat fikir), tersedianya infrstruktur, amunisi, dan logistik.
Tim Prabowo Gibran paham betul bahwa logika tanpa amunisi dan logistik politik sama artinya anarkhisme dalam politik.
OMBINTANG (Asdar Akbar); Pelopor Berdirinya Forum Diskusi Aliansi Mahasiswa Mencermati Issu Strategi Pro Demokrasi Tanpa Bentuk.