Kabar Ngetren/Jakarta – Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan pemeriksaan terhadap Pengujian Materiil KUHP terkait Pasal 330 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946. Isu yang muncul adalah interpretasi terhadap frasa ‘Barangsiapa’ dalam delik pencabutan atau penarikan kuasa terhadap anak atau pengawasan anak oleh salah satu orangtua.
Pada sidang Rabu, 6/3, di Gedung MK, para pemohon menyoroti tafsir sempit yang diberikan oleh pihak kepolisian, yang menyatakan Pasal 330 Ayat 1 hanya berlaku bagi Ibu. Mereka berpendapat bahwa frasa ‘barangsiapa’ seharusnya mencakup semua orangtua.
Taufik Basari, Tim Kuasa Hukum DPR RI, menjelaskan bahwa masalah ini terkait dengan KUHP lama dan bahwa perbaikan telah dilakukan melalui KUHP nasional baru, yang akan berlaku pada Januari 2026. Salah satu perbaikan termasuk penggunaan terminologi hukum yang lebih standar.
“Terkait istilah ‘barangsiapa’, kita sudah melakukan perbaikan dengan menerjemahkan ‘hij die’ itu sebagai ‘setiap orang’,” ujar Tobas, sapaan akrabnya.
DPR RI sejak lama telah memiliki inisiatif untuk menafsirkan frasa ‘barangsiapa’ agar berlaku untuk semua orangtua, baik Ayah maupun Ibu. Hal ini telah diatur dalam KUHP nasional baru dengan penggunaan kata ‘setiap orang’.
“Pasal 330 Ayat 1 ini berlaku untuk setiap orang, termasuk Ayah dan Ibu,” tegas Tobas.
Pertanyaan dari Ketua MK, Suhartoyo, mengenai penafsiran Pasal 330 Ayat 1 dijawab dengan jelas oleh Tobas. Pembuktian Pasal 330 Ayat 1 harus berdasarkan siapa yang memiliki kewenangan pengawasan anak menurut hukum.
“Pembuktian harus mengacu pada siapa yang memiliki kewenangan untuk penguasaan atau pengawasan anak menurut perundang-undangan atau putusan pengadilan,” paparnya.
Tobas menekankan bahwa Pasal 330 Ayat 1 harus diterapkan secara menyeluruh, tidak hanya bagi Ibu atau Ayah saja. Hal ini diharapkan menjadi pedoman bagi penegak hukum dalam menangani kasus terkait Pasal 330 Ayat 1. eFHa.