Kabar Ngetren/Surabaya – Kegelisahan anak muda, khususnya mahasiswa, terhadap dinamika sosial dan politik negara, tak pernah padam. Hal ini terbukti melalui sebuah seminar nasional yang menjadi bentuk refleksi mereka terhadap situasi sosial politik terkini di Indonesia.
Pada Selasa pagi, (16/7), ratusan mahasiswa menghadiri seminar nasional bertajuk “Menguatkan Nasionalisme di Tengah Dinamika Politik Pasca Pemilu 2024” yang diselenggarakan oleh BEM FISIP UWKS di Ruang Ponco Waliko, Lantai 8 Gedung Green Tower, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Nuansa nasionalisme terasa kental saat pembukaan acara dilakukan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Peserta seminar dengan khidmat menyanyikan lagu kebangsaan, menampilkan semangat kebangsaan yang tegap dan menggugah. Pembukaan acara dilanjutkan dengan Tari Remo khas Surabaya, menambah aroma kebangsaan dan kebudayaan yang kuat di tengah gempuran tarian modern seperti Korean Dance. BEM FISIP UWKS menunjukkan apresiasi terhadap akar budaya bangsa, membawa nuansa nasionalisme yang semakin kuat.
Seminar ini menampilkan pembicara, moderator, dan peserta yang semuanya adalah anak muda. Acara ini juga dihadiri oleh Kaprodi Ilmu Politik FISIP UWKS yang masih muda, Dr. Mandra Nur Alia, S.Hub.Int., M.IP. Semangat presiden pertama Indonesia, Bung Karno, yang menegaskan “Berikan aku 10 pemuda maka aku akan guncangkan dunia,” menemukan relevansinya dalam seminar ini.
Diskusi dimulai dengan pemaparan oleh Mochamad Nur Arifin, Bupati Trenggalek, yang menekankan pentingnya merawat nilai-nilai romantisme untuk menjadi spirit pemuda dalam mengejawantahkan “Kesadaran Peran” dalam memaknai nasionalisme kekinian.
“Kesadaran peran menjadi penting sebagai pintu masuk sebelum terjadinya kesadaran kelas. Ambil dan lakukan peranmu, semampu dirimu. Lakukan,” tegas Cak Ipin, sapaan akrabnya, yang diikuti tepuk tangan meriah peserta.
Selanjutnya, Muh Ageng Dendy Setiawan, Sekjen DPP GMNI, mengulas trajektori dunia pergerakan mahasiswa dan mengajak peserta seminar untuk menjaga konsistensi spirit dan aksi dunia aktivisme,
“Aksi menjadi salah satu tool yang penting sebagai alat kontrol dan mahasiswa harus menjaga semangat itu saat menyorot kinerja rejim yang berkuasa,” ujarnya.
Ilham Fariduzzaman, pendiri dan CEO Pinter Hukum, memberikan perspektif hukum mengenai situasi dinamis dunia sosial politik di Indonesia.
“Indonesia adalah negara hukum dimana kedaulatan tertingginya ada di tangan rakyat yang dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Jadi tolok ukur melihat praktik sosial politik yang ada tetap harus konstitusional dan menurut undang-undang yang berlaku,” jelasnya.
Pembicara terakhir, Bustomi Menggugat, menekankan pentingnya literasi dalam upaya penguatan nasionalisme di era digital.
“Mau pasca pemilu atau bukan, tantangan nasionalisme bagi generasi Milenial dan Zilenial saat ini justru lebih banyak hadir di ruang-ruang digital terutama dalam bentuk soft power khususnya popular culture seperti Korean Wave,” ujarnya.
Bustomi menekankan pentingnya literasi digital agar mahasiswa dan pemuda tidak mudah terjebak dalam tren viral atau FOMO yang mengurangi daya kritis terhadap situasi bangsa.
“Kalian adalah digital native yang kemudian harus sadar bahwa digital literacy menjadi kunci presisi. Anak muda dan mahasiswa harus memperkuat literasi sehingga saat melangkah lebih presisi dan bisa fokus pada substansi. Tidak justru terjebak kontroversi, apalagi sekedar sensasi,” pungkasnya.
Seminar ini menegaskan kembali pentingnya nasionalisme dan peran aktif pemuda dalam menghadapi dinamika sosial politik Indonesia.