Kabar Ngetren/Jakarta – Kejaksaan Agung Republik Indonesia, melalui Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), memberikan jawaban resmi dalam sidang praperadilan yang berlangsung pada Selasa, (19/11), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang ini terkait permohonan praperadilan yang diajukan oleh Tersangka TTL dalam kasus impor gula.
Permohonan praperadilan ini didaftarkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 5 November 2024 dengan nomor perkara: 113/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel, yang berfokus pada status sah atau tidaknya penahanan dan penetapan tersangka terhadap TTL.
Dalam jawaban yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung selaku termohon, dijelaskan bahwa seluruh dalil yang diajukan oleh pemohon (Tersangka TTL) ditolak, kecuali beberapa hal yang diakui secara tegas. Kejaksaan Agung menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap TTL sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung telah memenuhi ketentuan Pasal 184 KUHAP yang menyatakan bahwa penetapan tersangka dapat dilakukan jika telah ada minimal dua alat bukti yang sah.
Dalam hal ini, penyidik telah memperoleh lebih dari cukup bukti, yaitu empat alat bukti yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk serta barang bukti elektronik sesuai dengan Pasal 26A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, TTL sebelum ditetapkan sebagai tersangka, telah terlebih dahulu diperiksa sebagai saksi dalam proses penyidikan yang berlangsung pada 8, 16, 22, dan 29 Oktober 2024.
Hasil penyidikan menunjukkan adanya penyimpangan dalam kegiatan impor gula kristal mentah yang bertentangan dengan sejumlah peraturan, termasuk Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta Kepmenperindag Nomor 527/Mpp/Kep/9/2024. Kegiatan tersebut menyebabkan kerugian negara yang signifikan, yang dihitung oleh BPKP, dan menjadi dasar bagi penahanan tersangka.
Dalam permohonan praperadilan tersebut, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalil-dalil dari pemohon tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan hanya berupa asumsi. Oleh karena itu, dalil tersebut harus ditolak. Penahanan yang dilakukan terhadap TTL juga dinilai sah dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan bukti dan argumentasi yang disampaikan, Kejaksaan Agung memohon kepada hakim untuk menerima eksepsi dan menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan ini, dengan amar putusan agar permohonan tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).