Kabar Ngetren/Jakarta – Perubahan sosial adalah keniscayaan yang terjadi secara alami, membawa dampak besar pada berbagai aspek kehidupan, termasuk lembaga, nilai, perilaku, dan lapisan sosial. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Transmigrasi, Viva Yoga Mauladi, saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional bertajuk “Transformasi Budaya dan Kepemimpinan Menuju Indonesia Emas 2045” di Universitas Trilogi, Jakarta, pada Rabu, (18/12).
Menurut Viva Yoga, perubahan sosial dapat berdampak positif, seperti integrasi nasional.
“Interaksi dan kompromi antar suku, agama, serta ras yang berbeda akan menciptakan akulturasi nilai baru yang mendukung integrasi nasional,” ungkapnya.
Proses ini, lanjutnya, membawa modernisasi masyarakat melalui kedewasaan berpikir dan akal sehat.
Namun, Viva Yoga juga menyoroti sisi negatif dari perubahan sosial yang dapat memicu konflik akibat perbedaan budaya, suku, agama, dan ras.
“Jika tidak diantisipasi, konflik ini akan mengarah pada nilai destruktif. Perubahan sosial seharusnya diarahkan ke nilai yang konstruktif, meningkatkan kemanusiaan, dan mempercepat pembangunan nasional,” tegasnya.
Dalam seminar tersebut, Viva Yoga menjelaskan bahwa Kabinet Merah Putih yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto adalah kabinet besar yang dirancang untuk menangani tantangan besar Indonesia.
“Indonesia memiliki 17.508 pulau dan populasi lebih dari 277 juta jiwa yang membutuhkan perhatian besar, termasuk infrastruktur pertanian dan fasilitas pendukung lainnya,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa kabinet besar ini dirancang untuk bekerja secara detail dengan koordinasi efektif di bawah kementerian koordinator (kemenko). Contohnya, Kementerian Transmigrasi yang berintegrasi dengan Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pekerjaan Umum, dan lainnya di bawah Kemenko Infrastruktur. Dengan pendekatan ini, diharapkan program kerja menjadi lebih efisien dan tepat sasaran.
Viva Yoga mengungkapkan bahwa visi besar Presiden Prabowo saat ini adalah membangun kedaulatan pangan, energi, dan air. Ia optimis bahwa dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia tidak perlu lagi mengimpor komoditas pangan seperti beras, jagung, dan kedelai, asalkan stabilitas politik dan sinergi antar kementerian terus terjaga.
“Indonesia memiliki tanah subur, dua musim, dan sinar matahari yang mendukung fotosintesis tanaman pangan lebih cepat dibanding negara dengan empat musim. Dengan manajemen yang integratif, saya yakin kedaulatan pangan dapat segera terwujud,” tutupnya.
Seminar yang digelar di Kampus Universitas Trilogi, Kalibata, Jakarta Selatan, ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Rektor Universitas Trilogi Prof. Dr. Pramono Hari Adi, MS; Wakil Ketua DPRD Jakarta Wibi Andrino, SH., MH; serta Ketua Umum Dewan Adat BAMUS Betawi, M. Rifki, SE (Eki Pitung).
Seminar ini menjadi forum strategis untuk membahas bagaimana transformasi budaya dan kepemimpinan dapat mengantarkan Indonesia menuju visi besar Indonesia Emas 2045, dengan fokus pada integrasi sosial, pembangunan nasional, dan modernisasi masyarakat.