BeritaHeadlineNewsTrending

Ketua MPR RI Bamsoet: Penyebutan Nama Soeharto dalam TAP MPR 1998 Sudah Dilaksanakan

80
×

Ketua MPR RI Bamsoet: Penyebutan Nama Soeharto dalam TAP MPR 1998 Sudah Dilaksanakan

Sebarkan artikel ini

Kabar Ngetren/Jakarta – Ketua MPR RI ke-16, Bambang Soesatyo, menegaskan bahwa dalam Sidang Paripurna MPR RI Akhir Masa Jabatan 2019-2024, pimpinan MPR menyatakan bahwa Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, khususnya pada pasal 4 yang menyebutkan nama mantan Presiden Soeharto, dinyatakan telah dilaksanakan. Meskipun demikian, MPR tidak mencabut atau mengurangi makna TAP tersebut, sejalan dengan amandemen keempat UUD 1945 yang menegaskan MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk mencabut TAP.

“Pimpinan MPR bersepakat bahwa penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR XI/1998 dinyatakan telah selesai. Ini juga tercermin dari pandangan akhir fraksi dan kelompok DPD RI, yang telah disampaikan dalam Sidang Paripurna MPR RI pada 25 September 2024,” ujar Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR dengan Keluarga Besar Presiden RI ke-2 Soeharto di Gedung Parlemen, Jakarta, Sabtu, (28/9).

Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh, di antaranya Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Jazilul Fawaid, dan Sjarifuddin Hasan. Selain itu, juga hadir Siti Hardiyanti Hastuti dan Siti Hediati Hariyadi, dua putri almarhum Soeharto, serta pejabat lainnya seperti Menkumham Supratman Andi Agtas dan Sekjen Partai Golkar Sarmuji.

Bamsoet menjelaskan bahwa pimpinan MPR sebelumnya telah menerima surat dari Fraksi Partai Golkar terkait TAP MPR XI/1998, khususnya pada pasal 4 yang meminta penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dinyatakan telah dilaksanakan. Fraksi Golkar berpegang pada Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 yang menyatakan bahwa TAP MPR XI/1998 tetap berlaku hingga seluruh ketentuan di dalamnya terlaksana.

Baca Juga  Ketut Permata Juliastrid: Miss Cosmo Pertama dari Indonesia!

“Pemberlakuan pasal 4 TAP MPR XI/1998 yang menyebutkan nama mantan Presiden Soeharto diukur dari implementasi ketentuan tersebut,” ungkap Bamsoet.

Bamsoet juga menyoroti fakta hukum, termasuk terbitnya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP3) oleh Kejaksaan Agung pada 2006, yang menjadi salah satu tolok ukur penyelesaian hukum terhadap mantan Presiden Soeharto.

Bamsoet menekankan bahwa sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus menyelesaikan persoalan-persoalan sejarah dengan penuh kebijaksanaan dan melihat masa depan demi kepentingan generasi mendatang. Ia juga menyatakan pentingnya menghormati jasa-jasa Soeharto yang memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade, termasuk dalam membangun ekonomi yang kuat dari situasi sulit pada era 1960-an.

Bamsoet juga menyoroti kontribusi Soeharto dalam memimpin Indonesia melewati masa-masa ekonomi yang sulit, di mana pada tahun 1966 inflasi melonjak hingga 635,3 persen dan negara dalam keadaan miskin. Namun, dengan bantuan ekonom seperti Soemitro Djojohadikoesoemo, Soeharto berhasil memperbaiki kondisi ekonomi nasional. Pada 1969, pertumbuhan ekonomi Indonesia melonjak tajam, inflasi menurun, dan Indonesia bahkan mencapai swasembada pangan pada 1984.

Baca Juga  TNI Borong Hasil Bumi Masyarakat Sinak Puncak Papua

Mengingat besarnya kontribusi Soeharto, Bamsoet berpendapat bahwa mantan Presiden Soeharto layak dipertimbangkan untuk menerima gelar pahlawan nasional. Menurutnya, hal ini sejalan dengan martabat kemanusiaan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Dengan memperhatikan jasa-jasanya, rasanya tidak berlebihan jika pemerintah mempertimbangkan anugerah gelar pahlawan nasional untuk Soeharto,” pungkasnya.

Follow Official WhatsApp Channel KN Official untuk mendapatkan artikel-artikel terkini, Klik Di sini.

Yuk! baca artikel menarik lainnya dari Kabarngetren.com di Google News.