Kabar Ngetren/Jakarta – Kerjasama bilateral antara Republik Indonesia (RI) dan Papua Nugini (PNG) terus menjadi sorotan, khususnya terkait pengelolaan kawasan perbatasan. Pada Rabu hingga Jum’at, (18-20/12), Persidangan Ke-38 Joint Border Committee (JBC) resmi dibuka, dengan fokus utama pada pembahasan isu-isu strategis yang melibatkan kedua negara. Acara ini dibuka oleh Dr. Drs. Amran, MT, Plh. Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan yang juga Ketua Delegasi Indonesia, serta Mr. Philip Leo, Secretary of the Department of Provincial and Local Government Affairs, yang memimpin delegasi Papua Nugini. Rabu, (18/12).
Rangkaian kegiatan ini berfokus pada kerjasama bilateral terkait pengelolaan kawasan perbatasan dan beberapa permasalahan yang memerlukan perhatian bersama. Diskusi dalam persidangan ini turut melibatkan laporan dari berbagai sub-komite JBC, seperti Border Liaison Meeting, Joint Sub-Committee on Security Matters relating to Border Areas, serta Joint Technical Sub-Committee on Survey and Demarcation of the Boundary and Mapping of the Border Areas. Pembahasan ini melibatkan kementerian, lembaga terkait, serta Pemerintah Provinsi Papua untuk memastikan hasil yang optimal.
Dalam sambutannya, Amran menekankan pentingnya mutual understanding dalam pengelolaan perbatasan kedua negara.
“Pengelolaan perbatasan RI-PNG memerlukan kesepakatan bersama agar setiap langkah strategis dapat mencerminkan kepentingan kedua negara dan diharapkan di bawah kerangka Komite Perbatasan Bersama dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memajukan keamanan mereka di kawasan perbatasan,” ungkapnya.
Selain itu, salah satu topik utama dalam pertemuan ini adalah pembaruan terhadap Special Arrangements on Traditional and Customary Border Crossing 1993, yang diusulkan untuk direvisi karena tidak lagi relevan dengan kondisi perbatasan saat ini. Pembaharuan juga diusulkan pada Basic Agreement on Border Arrangements 2013, yang mengatur pengelolaan perbatasan dan telah disetujui oleh kedua negara setelah melalui proses ratifikasi.
Pada persidangan kali ini, beberapa Memorandum of Understanding (MoU) yang tertunda juga dibahas. Salah satunya adalah tindak lanjut mengenai MoU on Cross Border Movement of Commercial Buses and Coaches, yang telah ditandatangani pada 15 Juli 2024 oleh Menteri Perhubungan RI dan Menteri Transportasi Papua Nugini. MoU ini bertujuan untuk memperlancar arus transportasi antar kedua negara, terutama dalam bidang transportasi komersial.
Selain itu, isu MoU on Densification of Boundary Pillars di kawasan perbatasan juga menjadi salah satu pembahasan penting dalam sidang kali ini, dengan tujuan untuk memperkuat ketepatan dan kejelasan batas wilayah antar kedua negara.
Di samping itu, beberapa isu lain yang mencuat dalam pertemuan ini adalah adanya aktivitas ilegal di laut teritorial, insiden-insiden yang terjadi di kawasan perbatasan, serta rencana untuk reaktivasi Joint Sub-Committee on Trade and Investment. Diharapkan, langkah-langkah ini dapat mendorong pengembangan kawasan perbatasan kedua negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Melalui pertemuan ini, diharapkan hubungan bilateral antara RI dan Papua Nugini dalam pengelolaan perbatasan dapat semakin erat dan memberikan manfaat yang lebih besar, baik untuk kedua negara maupun masyarakat yang berada di kawasan perbatasan.