Kabar Ngetren/Pekanbaru – Dugaan korupsi dana hibah BUMN yang menimpa pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) telah menciptakan kehebohan di seluruh nusantara. Perkembangan terkini mengungkapkan bahwa pemanggilan mereka oleh Dewan Kehormatan PWI menjadi titik terang dalam kasus ini, Senin, 8/4.
Wilson Lalengke, Lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia mengatakan, sebagai seorang yang terlibat dalam dunia jurnalisme, saya telah diminta oleh beberapa wartawan untuk memberikan pandangan terhadap isu ini. Meskipun awalnya saya enggan untuk memberikan komentar, namun penting untuk dicermati fenomena ini secara lebih mendalam.
Pertama-tama, kita perlu menyoroti peran Dewan Kehormatan PWI dalam menghadapi kasus korupsi ini. Saya berpendapat bahwa dewan tersebut tidak lagi layak disebut sebagai Dewan Kehormatan. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam menangani berbagai perilaku koruptif yang melibatkan anggota PWI, baik secara individu maupun dalam kapasitas organisasinya.
Saya ingin mengajukan pertanyaan kepada Dewan Kehormatan PWI, terutama kepada Sasongko Tedjo dan rekan-rekannya: Apakah mereka tidak menyadari bahwa banyak anggota PWI yang terlibat dalam praktik korupsi, seperti menunggu proyek di depan kantor-kantor dinas pemerintah? Apakah dewan tersebut masih menganggap perilaku semacam ini sebagai sesuatu yang terhormat bagi seorang wartawan?
Ketika seorang wartawan terlibat dalam praktik korupsi atau menjadi bagian dari proyek pemerintah, bagaimana ia dapat menjalankan tugasnya sebagai penjaga kebenaran dan keadilan dalam masyarakat? Dewan Kehormatan seharusnya bertindak untuk mencegah dan memproses pelanggaran etika semacam ini, namun hal tersebut sering diabaikan.
Kasus dugaan korupsi dana hibah BUMN hanya salah satu dari banyak kasus yang melibatkan pengurus PWI. Korupsi telah menjadi budaya yang merajalela di tubuh organisasi ini, dari tingkat pusat hingga daerah. Beberapa upaya reformasi, seperti pendirian PWI Reformasi, juga tidak berhasil mengatasi masalah ini karena kurangnya komitmen dari pengurusnya.
Dalam kasus konkret dugaan korupsi dana hibah BUMN, Dewan Kehormatan PWI seharusnya bertindak lebih awal untuk mencegahnya. Sudah sejak pertemuan antara pengurus PWI dengan Presiden Joko Widodo pada November 2023, langkah preventif seharusnya telah diambil. Namun, permintaan bantuan dana yang mengemis kepada Presiden hanya menggambarkan sebuah kesalahan besar dalam tindakan yang seharusnya dilakukan dengan integritas.
Saya menyarankan agar Dewan Kehormatan segera melaporkan dugaan korupsi ini kepada Presiden Joko Widodo, sambil memohon maaf atas kebijakan memberikan dana kepada wartawan. Hanya dengan langkah ini, dewan tersebut dapat memulihkan kehormatannya dan menegakkan integritas dalam profesi jurnalistik.
Sebagai penutup, mari kita berharap agar tidak ada lagi wartawan yang terjerumus dalam praktik korupsi di masa mendatang. Semoga kita semua dapat menjaga integritas dalam melaksanakan tugas sebagai penjaga kebenaran dan keadilan dalam masyarakat. eFHa.