Kabar Ngetren/Jakarta – Susu merupakan salah satu komponen penting dalam program makan bergizi gratis di Indonesia. Untuk memastikan kebutuhan jutaan liter susu setiap hari dapat dipenuhi, diperlukan pasokan yang stabil dari berbagai produsen lokal. Namun, masalah utama yang dihadapi adalah ketergantungan pada impor susu. Solusi jangka panjang yang digagas adalah pengembangan kawasan peternakan sapi perah di daerah transmigrasi yang dapat menjadi pusat produksi susu dalam negeri.
Usulan ini muncul dalam sebuah diskusi antara Wakil Menteri Transmigrasi, Viva Yoga Mauladi, dan Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PBPDHI), Dr. drh. Muhammad Munawaroh, MM. Pertemuan yang berlangsung pada Senin, (11/11), di Kantor Wakil Menteri Transmigrasi, Kalibata, Jakarta, juga melibatkan drh. Ahmed dari Pakistan, seorang ahli dalam bidang peternakan sapi perah.
Viva Yoga Mauladi menjelaskan bahwa program makan bergizi gratis yang diluncurkan pemerintah memerlukan pasokan susu yang cukup. Untuk itu, pengembangan peternakan sapi perah lokal menjadi penting untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
“Kita harus memikirkan perencanaan matang dan tidak hanya bergantung pada impor. Pengembangan kawasan transmigrasi yang sesuai dengan habitat sapi perah, seperti pegunungan dan dataran tinggi, bisa menjadi solusinya,” ungkap Viva Yoga.
Dalam pertemuan tersebut, juga dibahas mengenai potensi daerah transmigrasi sebagai pusat pengembangan peternakan sapi perah.
“Daerah transmigrasi menawarkan peluang besar, karena selain memiliki potensi alam yang mendukung, ada juga minat dari masyarakat untuk menjadi transmigran yang bergerak di sektor peternakan sapi perah,” tambahnya.
Oleh karena itu, pengembangan sentra peternakan sapi perah di daerah-daerah ini diharapkan bisa mendorong kemajuan ekonomi lokal dan ketahanan pangan di Indonesia.
Untuk mendukung keberhasilan program ini, Kementerian Transmigrasi berencana bermitra dengan Kementerian Pertanian dalam memberikan pelatihan kepada calon transmigran. Pelatihan ini akan mencakup cara mengelola peternakan sapi perah serta produksi susu yang efisien dan berkelanjutan.
“Kami sedang memetakan dan memonitor daerah-daerah transmigrasi yang potensial untuk pengembangan peternakan sapi perah dan industri pengolahan susu,” jelas Viva Yoga.
Menurutnya, program ini tidak hanya akan meningkatkan produksi susu nasional, tetapi juga memberikan dampak positif bagi ekonomi daerah transmigrasi.
“Kami ingin meratakan pertumbuhan ekonomi, membangun kedaulatan pangan, dan tentu saja, memenuhi kebutuhan susu dalam program makan bergizi gratis untuk anak-anak Indonesia,” tambah Viva Yoga.
Viva Yoga juga menyoroti pentingnya belajar dari negara lain yang telah sukses dalam mengembangkan peternakan sapi perah, seperti Pakistan. Dalam pertemuan tersebut, drh. Ahmed membagikan pengalaman produksi susu di Pakistan, yang pada tahun 2022-2023 tercatat menghasilkan 65.785.000 ton susu, menjadikannya sebagai negara penghasil susu terbesar ketiga di dunia. Pengalaman ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia.
Sektor peternakan sapi perah Indonesia sempat mengalami penurunan pasca merebaknya penyakit mulut dan kuku (PMK), yang menyebabkan populasi sapi perah menurun dari 500.000 ekor menjadi hanya 300.000 ekor. Namun, dengan pengembangan sentra peternakan baru dan dukungan pelatihan yang tepat, diharapkan industri susu dalam negeri dapat pulih dan berkembang.