Kabar Ngetren/Jakarta – Bayangkan jika ada konglomerat dengan total kekayaan mencapai empat ratus triliun rupiah. Aset tanah seluas dua puluh juta meter persegi, setara dengan empat kali luas pulau Bali. Selain menguasai jutaan meter persegi tanah, organisasi ini memiliki tiga ratus enam puluh empat rumah sakit dan klinik, tiga ratus delapan puluh empat panti asuhan, dan tiga ratus lima puluh enam pondok pesantren.
Konglomerasi ini juga telah mendirikan dua puluh ribu seratus sembilan puluh delapan masjid di seluruh tanah air dan luar negeri, seperti Uganda, Afrika Selatan, dan Spanyol.
Yang paling mencengangkan adalah aset di bidang pendidikan. Organisasi ini memiliki dua puluh ribu sekolah taman kanak-kanak hingga SD, tiga ribu dua ratus sekolah menengah, dan seratus enam puluh empat perguruan tinggi dengan tujuh belas ribu dosen dan guru. Lebih dari lima ratus lima puluh empat ribu siswa tengah menempuh studi di sana.
Tiga universitasnya masuk jajaran sepuluh perguruan tinggi Islam terbaik di dunia versi unit rank pada tahun 2021, dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta dinobatkan sebagai peringkat ketiga terbaik di dunia, di atas universitas internasional dari Malaysia dan Iran. Sedangkan Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta berada di peringkat keenam dan kedelapan terbaik di dunia.
Namun, kita bukan membicarakan tentang aset seorang konglomerat seperti Prayogo Pangestu, Chairul Tanjung, atau sembilan naga. Ini adalah sebuah organisasi keagamaan non-profit, organisasi massa Islam terkaya di dunia: Muhammadiyah. Bagaimana Muhammadiyah bisa sebesar dan sekaya itu? Perkembangan Muhammadiyah yang mulanya dari sebuah madrasah sederhana di kampung kecil Kauman di Yogyakarta sering menjadi bahan riset dan diskusi para intelektual internasional.
Seorang profesor antropologi dan pengamat Islam asal Boston University, Amerika Serikat, Robert Havenar, pernah mengajukan Muhammadiyah untuk meraih Nobel Perdamaian pada tahun 2019. Meski gagal, Havenar tidak pernah menyesal.
Menurutnya, Muhammadiyah menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara yang berhasil menjalankan amal sosial dan pendidikan agama yang sukses.
Havenar yakin bahwa Indonesia, melalui Muhammadiyah, berhasil mengembangkan format pendidikan Islam yang paling efektif, terkini, dan Islami dalam arti modern.
Dia juga memuji Muhammadiyah yang konsisten dalam menerapkan politik moral, politik yang fair, dan politik yang seimbang serta inklusif.
“Saya kagum Muhammadiyah tidak tergoda oleh politik seperti Kristen Evangelis di Amerika,” kata Havenar dalam sebuah wawancara.
Sejak awal didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan lebih dari seratus sebelas tahun lalu, Muhammadiyah sudah menunjukkan semangat pembaruan yang luar biasa.
Kyai Ahmad Dahlan mendirikan madrasah dengan model kurikulum yang progresif, memadukan pelajaran agama dengan sains modern, sesuatu yang baru dan dianggap tidak lazim pada zamannya.
Kyai Ahmad Dahlan juga berdakwah melalui tulisan-tulisannya di media massa. Muhammadiyah pun menerbitkan majalah bernama Suara Muhammadiyah pada tahun 1915, majalah tertua di Indonesia yang masih terbit hingga saat ini. Semangat pembaruan Kyai Ahmad Dahlan yang sering dijuluki Sang Pencerah ternyata mendapatkan sambutan luar biasa.
Muhammadiyah menjadi tempat berkumpulnya para filantropis Muslim yang rela mewakafkan harta, tanah, maupun ilmunya untuk dikelola Muhammadiyah. Wakaf dan zakat adalah soal kepercayaan, dan hal itulah yang dijaga betul oleh Muhammadiyah. Kepercayaan dalam pengelolaan aset wakaf dan zakat para donatur menjadi kunci pesatnya perkembangan Muhammadiyah.
Pendidikan yang membentuk logika berpikir yang kemudian akan menghasilkan output berupa akhlak dan adab adalah motto Muhammadiyah, sesuai dengan penggalan kata-kata Kyai Haji Ahmad Dahlan yang populer: “Teladan yang baik adalah khotbah yang paling jitu.” Baru-baru ini, Muhammadiyah juga merambah bidang perhotelan dengan mendirikan Suara Muhammadiyah Tower dan Convention di Yogyakarta. Hotel ini dibangun secara mandiri tanpa sepeser pun hutang dari bank, menandai dimulainya dakwah Muhammadiyah di bidang ekonomi setelah menjadi pionir di bidang pendidikan dan pembentukan karakter.
Muhammadiyah tampaknya ingin menjadi model dalam membangun sarana umum tanpa mengandalkan hutang, termasuk investasi asing. Mereka menganut filosofi Islam yang kuat, yaitu memberi lebih baik daripada menerima.
Alih-alih meminta bantuan pemerintah, Muhammadiyah justru banyak memberikan bantuan kepada negara. BPJS, badan penjamin kesehatan milik pemerintah, justru berhutang kepada Rumah Sakit Muhammadiyah lebih dari lima ratus milyar rupiah, dan Muhammadiyah tidak ngotot menagih.
Suara kecil dari kampung Kauman itu kini telah mendunia. Kyai Haji Ahmad Dahlan, kiai dan pedagang batik yang egaliter itu, telah membawa perubahan besar dan fenomenal bukan hanya untuk masyarakat di sekitarnya, namun juga untuk Indonesia dan dunia.
Sumber: Sekjen Koalisi Pembela Konstitusi dan Kebenaran (KP-K&K).