Kabar Ngetren/Jakarta – Pandangan Arima, seorang Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Nasional Jakarta, menyoroti fenomena yang kerap terjadi dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. Akhir-akhir ini, kita dapat melihat bagaimana perilaku para penegak hukum sering kali mendapat sorotan tajam dari masyarakat melalui media sosial. Kasus-kasus yang viral di media sosial kerap menjadi perhatian publik, mempengaruhi cara pandang dan reaksi masyarakat terhadap penegakan hukum di negara ini.
Media sosial kini telah menjadi kekuatan rakyat (people power) yang dominan dalam mempengaruhi penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Melalui media sosial, masyarakat memiliki platform baru untuk menyeimbangkan kekuasaan dalam penegakan hukum. Namun, Arima menyoroti bahwa tindakan ini sering kali mengarah pada trial by the press, di mana seseorang yang sedang menghadapi kasus hukum dicap bersalah oleh masyarakat luas sebelum adanya putusan resmi dari pengadilan.
Hal ini diperburuk oleh pemberitaan media yang cenderung sensasional dan mempengaruhi opini publik. Kasus Vina adalah contoh nyata di mana sebuah kasus yang telah ditutup dibuka kembali setelah viral melalui sebuah film. Fenomena ini menunjukkan esensi kekuatan rakyat (people power), yang kemudian memunculkan jargon “No Viral, No Justice.”
Meski demikian, Arima melihat sisi positif dari fenomena ini, yaitu integritas aparatur penegak hukum yang diuji dalam menangani kasus-kasus yang sebelumnya tidak terdengar. Masyarakat berhak menyuarakan hak, pendapat, dan kritik mereka sesuai dengan adagium Vox Populi, Vox Dei, yang berarti suara rakyat adalah suara Tuhan. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam pembentukan kebijakan publik dan mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi, mengawasi jalannya penegakan hukum, dan mempromosikan kesejahteraan serta keadilan sosial.
Partisipasi masyarakat ini timbul sebagai respons terhadap merosotnya penegakan hukum di Indonesia, yang terlihat dari penanganan sejumlah kasus pidana yang viral belakangan ini. Aparat penegak hukum harus memiliki integritas dan profesionalisme dalam mewujudkan negara hukum yang efektif dan adil.
Media sosial, meskipun memiliki kekuatan yang besar, juga harus digunakan dengan bijak. Pemberitaan yang akurat dan berimbang sangat penting untuk menghindari trial by the press. Kita harus berhati-hati dalam memberikan berita atau informasi mengenai kasus yang terjadi, memastikan bahwa proses hukum yang adil tetap berjalan dan hak-hak setiap individu dihormati.
Dalam era digital ini, media sosial bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga menjadi sarana bagi rakyat untuk menuntut keadilan dan transparansi. Aparat penegak hukum diharapkan dapat merespons dengan bijak, menjaga profesionalisme, dan meningkatkan kepercayaan publik melalui tindakan yang adil dan transparan. Dengan demikian, kita dapat membangun sistem penegakan hukum yang lebih baik, yang didasarkan pada keadilan dan kebenaran, serta didukung oleh partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.