Scroll untuk baca artikel
BeritaHeadlineNewsPolitikTrending

Pemilu Pilpres 2024: Kontroversi, Keadilan, dan Tantangan Hukum

606
×

Pemilu Pilpres 2024: Kontroversi, Keadilan, dan Tantangan Hukum

Sebarkan artikel ini

Kabar Ngetren/Jakarta – Pemilu Pilpres 2024 yang diselenggarakan KPU RI pada 14 Februari 2024 telah usai. Namun, perjalanan politik menuju dan pasca pemilu tersebut menyisakan berbagai kontroversi. Tuduhan bahwa presiden terlibat dalam keberpihakan politik mencuat ke permukaan, memicu debat panas di berbagai kalangan. Meski kontroversi ini muncul dari pendapat-pendapat tertentu, menarik nama presiden ke dalam pusaran politik dengan dasar keberpihakan adalah tindakan yang tidak etis. Tindakan semacam ini dapat mencoreng sejarah hukum dan demokrasi di Indonesia.

Merespons keresahan masyarakat, sejumlah pegiat kajian demokrasi yang terdiri dari La Ode Arukun, La Ode Nofal, Arimansa Eko Putra, dan Risard Nur Fiqral, merasa perlu menguji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di hadapan Mahkamah Konstitusi. Mereka berargumen bahwa undang-undang tersebut perlu ditinjau agar di masa depan tidak ada lagi campur tangan presiden dalam pemilu.

Para pegiat ini menyoroti Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu yang dianggap tidak memberikan jaminan hak konstitusional secara memadai. Mereka berpendapat bahwa keberpihakan presiden selama kampanye pemilu bertentangan dengan prinsip keadilan dan kesetaraan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Pada Senin, (22/7), para pemohon hadir di hadapan Mahkamah Konstitusi untuk menyampaikan argumen mereka. Mereka mengutip pandangan ahli hukum Satjipto Rahardjo yang menyatakan, “Hukum untuk Manusia bukan Manusia untuk Hukum.” Pandangan ini menekankan bahwa hukum harus bersifat progresif dan tidak kaku pada ajaran legalistik semata, melainkan harus mampu melihat jauh ke depan demi keadilan yang sejati.

Baca Juga  Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi Sambut Sinergitas Masyarakat dengan Bakti Sosial di Boyolali

Para pemohon merasa hak konstitusional mereka akan terancam jika presiden atau wakil presiden diberikan hak untuk berkampanye bagi pasangan calon lain. Hal ini dianggap menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilu dan merusak prinsip kesetaraan. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan atau memberikan penafsiran konstitusional terhadap ketentuan tersebut demi menjaga integritas demokrasi di Indonesia.

Kontroversi dan tantangan hukum yang muncul dalam Pemilu Pilpres 2024 ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga keadilan dan kesetaraan dalam proses demokrasi. Sebagaimana dikatakan oleh para pemohon.

“Keadilan dan kesetaraan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Hilangnya satu hal ini dalam negara, pertanda keruntuhan sebuah bangsa,” ungkapnya.

Proses pengujian ini menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk memperkuat demokrasi dan memastikan bahwa hukum berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan. Semoga langkah ini membawa perubahan positif bagi sistem pemilu dan menjaga integritas demokrasi di masa mendatang.

Follow Official WhatsApp Channel KN Official untuk mendapatkan artikel-artikel terkini, Klik Di sini.

Yuk! baca artikel menarik lainnya di Google News.