Kabar Ngetren/Deli Serdang – Meski terbukti menggunakan surat dan bukti palsu, putusan kasasi Mahkamah Agung tetap memenangkan gugatan warga terhadap areal HGU 62 kebun Penara yang dikelola oleh PTPN 2. Kasus ini menunjukkan adanya dugaan keterlibatan mafia tanah di balik gugatan tersebut. Permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PTPN 2 kembali ditolak. Senin, (29/7)
Menurut laporan, putusan Mahkamah Agung ini tidak mencerminkan rasa keadilan dan mengakibatkan kerugian signifikan bagi PTPN 2. Gugatan perdata atas lahan HGU aktif No.62 kebun Penara dianggap sebagai rekayasa karena tidak hanya melibatkan keinginan kelompok warga, tetapi juga diduga melibatkan oknum mafia tanah di Sumatera Utara. Beberapa penggugat bahkan tidak mengetahui bahwa mereka telah menggugat PTPN 2 dan tidak memiliki hak atas lahan tersebut.
Surat dan bukti yang digunakan dalam gugatan perdata, berupa Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang (SKTPPTSL) tertanggal 20 Desember 1953, dinyatakan palsu. Sebanyak 232 lembar SKTPPTSL digunakan sebagai dasar gugatan, yang belakangan diketahui palsu.
Peran mafia tanah dalam kasus ini semakin terang benderang setelah sejumlah saksi mengungkapkan bahwa data-data mereka telah dipalsukan oleh Murachman, salah satu terdakwa, untuk mencocokkan dengan SKTPPTSL yang dijadikan dasar gugatan. Selain itu, beberapa saksi mengaku menerima imbalan uang dan janji mendapatkan lahan atau uang kontan jika gugatan berhasil. Namun, janji tersebut tidak pernah terpenuhi.
Lahan kebun Penara, yang dikuasai dan dikelola oleh PTPN sejak dinasionalisasi dari perusahaan Belanda, tidak pernah dikuasai oleh masyarakat penggugat atau orang tua mereka. Oleh karena itu, klaim masyarakat terhadap lahan tersebut sangat meragukan.
Suprayitno, salah seorang tokoh penggugat, mengungkapkan adanya pemalsuan data dan mengaku menerima hingga Rp2 miliar dari oknum AS, yang diduga sebagai pemodal. AS sendiri sempat diperiksa oleh Polda Sumatera Utara, namun tidak dapat dihadirkan di pengadilan, yang menyebabkan Murachman divonis bebas di PN Lubuk Pakam namun dijatuhi hukuman 2 tahun di tingkat kasasi.
Ditolaknya PK kedua oleh Mahkamah Agung mengejutkan banyak pihak. Jika putusan ini dilaksanakan dan eksekusi dilakukan atas lahan kebun Penara, negara berpotensi mengalami kerugian belasan triliun rupiah, belum termasuk kerugian dari tanaman kelapa sawit yang sedang berproduksi.
“Ini merupakan pukulan berat bagi PTPN 2, dan kami akan terus berupaya untuk mengambil langkah-langkah perlawanan,” ujar SEVP Aset PTPN 2 (sekarang PTPN 1 Regional 1) Ganda Wiatmaja menanggapi putusan terbaru dari Mahkamah Agung.