Bandar Lampung – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), M. Nurullah RS, menyatakan bahwa setelah lima tahun berlalu, Indonesia kembali bersiap untuk menggelar pesta demokrasi.
Pemilihan umum akan berlangsung pada Rabu, 14 Februari 2024, untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Nurullah menjelaskan bahwa tahapan pemilu saat ini sedang berjalan, dan hiruk-pikuknya sudah terasa di tengah masyarakat, termasuk di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
“Kabupaten Lampung Tengah memiliki pengalaman pahit dalam pelaksanaan pemilu yang diadakan setiap lima tahun sekali,” katanya.
Ia juga menyinggung tentang kinerja Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Lampung Tengah, yang seharusnya netral dan profesional, tetapi pada kenyataannya malah terlibat dalam manipulasi dan jual beli suara dengan berbagai modus operandi yang terstruktur, sistematis, dan masif.
“Seperti pepatah yang mengatakan, sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Hal inilah yang dialami oleh Ketua KPUD Lampung Tengah, almarhum ‘HF’, pada Pemilu 2014,” tambahnya.
Nurullah mengisahkan bahwa kecurangan yang dilakukan almarhum Ketua KPUD Lampung Tengah terbongkar, dan ia akhirnya dipenjara. Namun, sebelum persidangannya dimulai, ia meninggal di dalam penjara Polda Lampung.
“Sungguh disayangkan, ia meninggal di balik jeruji besi dengan status narapidana pada usia 40 tahun. Inilah akibat dari godaan kekuasaan, ketamakan, dan kesalahan yang berujung pada kehinaan,” ujarnya.
Dalam pemilu 2024 yang akan datang, meskipun teknologi dan smartphone telah banyak digunakan, bukan tidak mungkin kecurangan serupa akan terjadi jika masyarakat tidak turut mengawasi, tegas Nurullah, yang juga menjabat sebagai Ketua Aliansi Masyarakat Lampung Tengah untuk pengawasan pemilu, AWASI Pemilu 2024.
Sebagai putra asli Lampung Tengah, Nurullah mengimbau KPUD Lampung Tengah dan semua pihak yang terlibat, mulai dari KPU, PPK, PPS, hingga KPPS, untuk tidak bermain-main dengan suara rakyat. Ia juga mengingatkan aparatur pemerintahan, seperti kepala daerah, camat, kepala kampung, serta ASN, untuk menjaga netralitas.
“Apalagi jika ada upaya menambah, mengurangi, atau memindahkan suara, baik di dalam internal partai maupun antar partai. Jika hal itu terjadi, kami akan bongkar dan proses semua yang terlibat,” ucapnya.
Nurullah juga mengingatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung Tengah di semua tingkatan agar menjalankan tugasnya dengan benar dan tidak terlibat dalam praktik curang. Ia berharap Bawaslu tidak perlu diawasi justru oleh masyarakat.
“Kami meminta seluruh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh perempuan untuk bersama-sama mengawasi jalannya pemilu. Jangan sampai pesta demokrasi ini berantakan hanya karena ulah oknum penyelenggara dan pengawas pemilu yang terlibat dalam permainan curang dan jual beli suara,” tambahnya.
Nurullah menegaskan bahwa ia tidak akan ragu mengerahkan ribuan massa untuk menggeruduk KPUD dan Bawaslu Lampung Tengah jika ada indikasi kecurangan.
“Kalau ada yang ingin menyusul nasib almarhum Ketua KPUD Lampung Tengah tahun 2014, silakan saja main-main,” ujarnya tegas.
Nurullah juga mengumumkan bahwa pihaknya sedang membentuk relawan di 4017 TPS di seluruh Lampung Tengah untuk memantau proses pemungutan dan penghitungan suara. Mereka akan menjadi saksi independen dan akan mendokumentasikan semua kejadian di TPS, serta mempublikasikan kecurangan yang terjadi dan memprosesnya secara hukum.
Ia juga mengingatkan para calon anggota legislatif untuk tidak bermain politik uang, karena hal itu tidak mendidik masyarakat. Masyarakat pun diimbau untuk tidak memilih berdasarkan amplop yang dibagikan. Jika praktik semacam ini terjadi, Nurullah meminta agar diproses hukum untuk memberikan efek jera.