Kabar Ngetren/Jakarta – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum di berbagai universitas ternama, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah bersama Komisi X DPR RI dalam menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan di Indonesia. Mulai dari peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, hingga peningkatan kualitas pendidikan dari tingkat anak usia dini hingga perguruan tinggi. Termasuk dalam mekanisme pengangkatan guru besar.
Bamsoet sejalan dengan pandangan cendekiawan Yudi Latif yang juga menjadi perhatian anggota Komisi X DPR RI. Menurutnya, di perguruan tinggi, dosen harus memiliki otonomi yang lebih besar dengan jaminan kebebasan akademik, yang mencakup kebebasan belajar, mengajar, dan meneliti.
“Mas Yudi juga mengusulkan agar pengangkatan guru besar dibebaskan dari birokratisasi negara dan dikembalikan ke pangkuan otonomi perguruan tinggi. Namun demikian, dalam mengangkat guru besar, universitas juga tidak bisa semena-mena. Nama yang diusulkan atau yang mengusulkan diri sebagai guru besar harus mendapatkan peer review dari ahli terkait yang mengombinasikan unsur dari dalam dan luar universitas yang bersangkutan. Usulan ini sangat patut untuk dipertimbangkan oleh Komisi X DPR RI bersama Kementerian Pendidikan,” ujar Bamsoet usai menerima anggota Komisi X DPR RI dan jajaran FISIPOL Universitas Wahid Hasyim di Jakarta, Rabu, (10/7).
Dalam pertemuan tersebut, hadir anggota Komisi X DPR RI, Mujib Rohmat dan Robert Kardinal, serta jajaran FISIPOL Universitas Wahid Hasyim, antara lain Dekan Agus Riyanto, Wakil Dekan Anna Yulia Hartati, dan Ketua LP2M Ali Martim.
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum & Keamanan ini menjelaskan, pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan berdirinya pemerintahan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pendidikan mendapatkan perhatian serius dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Ketentuan tentang dunia pendidikan terdapat dalam berbagai ketentuan perundangan, antara lain UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Ada juga PP No.55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Hadirnya berbagai peraturan perundangan tersebut harus diakui belum mampu menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan, dari mulai sistem hingga teknis tata laksana,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (PADIH UNPAD) dan pendiri Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA) ini menambahkan bahwa, sebagaimana ditekankan oleh Yudi Latif, pendidikan bermutu tidak dihasilkan melalui proses instan. Hambatan utamanya selama ini adalah pada kebijakan pendidikan yang terlalu mudah bergeser, yang merusak kesinambungan pertumbuhan pendidikan yang sehat.
“Sehingga tidak heran jika ada anggapan bahwa, ‘ganti pemerintahan, ganti kebijakan’, yang membuat para pendidik dan peserta didik kebingungan, karena tidak adanya kepastian hukum yang dapat dipakai sebagai pegangan jangka panjang. Menyelesaikan berbagai masalah dalam dunia pendidikan bisa dimulai dengan meningkatkan kualitas dan kesejahteraan para guru,” terang Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menambahkan, meningkatkan kualitas dan kesejahteraan para guru tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan butuh proses dan konsistensi. Karenanya diperlukan road map jangka pendek, menengah, dan panjang. Dari mulai proses rekrutmen, pengajaran, hingga reorientasi jati diri dan budaya pendidik.
“Saya yakin dan percaya, di ujung kepemimpinan Mas Menteri Nadiem, upaya pembenahan sektor pendidikan akan menemukan landasan yang lebih kuat dalam membangun road map pendidikan nasional jangka panjang,” pungkas Bamsoet.