Kabar Ngetren/Jakarta – Ketua MPR RI ke-16, Bambang Soesatyo, menegaskan bahwa MPR periode 2019-2024 telah menjalankan program Silaturahmi Kebangsaan sebagai perwujudan fungsi utama MPR dalam mewakili seluruh rakyat Indonesia. Program ini dilakukan melalui dialog konstruktif dengan para tokoh bangsa, termasuk presiden dan wakil presiden terdahulu, Ketua MPR RI sebelumnya, serta ketua umum partai politik.
Menurut Bamsoet, program Silaturahmi Kebangsaan menjadi bentuk implementasi visi kelembagaan MPR sebagai Rumah Kebangsaan yang menaungi seluruh arus pemikiran dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari program tersebut, MPR menerima berbagai aspirasi dari para tokoh bangsa yang mengerucut pada sejumlah kesepahaman penting.
“Pertama, untuk mewujudkan Indonesia Maju, kita membutuhkan komitmen dan kontribusi kolektif dari segenap elemen bangsa. Kedua, pembangunan nasional membutuhkan peta jalan yang tidak dibatasi oleh periodisasi pemerintahan. Dan ketiga, setelah 26 tahun reformasi, perlu ada evaluasi terhadap sistem demokrasi dan kehidupan ketatanegaraan kita,” jelas Bamsoet saat memberikan Pembekalan kepada Anggota MPR Terpilih 2024-2029 di Gedung Parlemen, Minggu malam, (29/9).
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Lestari Moerdijat, dan Fadel Muhammad.
Bamsoet, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPR RI, mengingatkan bahwa ada beberapa tantangan penting yang menanti MPR periode 2024-2029. Salah satunya adalah penyelesaian Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebelum Agustus 2025. Selain itu, MPR juga perlu mendorong pembudayaan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Bamsoet juga menyoroti pentingnya mengevaluasi Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003, terutama pasal-pasal yang masih memerlukan peninjauan. Lebih lanjut, Bamsoet menekankan perlunya kajian komprehensif terhadap UUD 1945, dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk menghasilkan rekomendasi perubahan.
Selain itu, Bamsoet menggarisbawahi perlunya penguatan kelembagaan MPR melalui undang-undang yang relevan, serta kajian terhadap hubungan antar-lembaga negara dan etika kehidupan bernegara.
“Penguatan kelembagaan MPR periode 2024-2029 akan menjadi isu krusial, terutama untuk menegaskan MPR sebagai lembaga konstitusional yang berperan dalam constitutional escape, menyediakan koridor konstitusional bagi ketatanegaraan Indonesia,” tuturnya.
Meski Konstitusi sudah mengalami empat kali perubahan, Bamsoet menilai masih ada celah yang perlu diisi agar Konstitusi dapat memberikan solusi bagi persoalan ketatanegaraan, terutama dalam kondisi darurat.
“Tujuannya adalah agar Konstitusi benar-benar mampu menjadi jalan keluar dalam setiap situasi, khususnya dalam kondisi-kondisi kedaruratan,” pungkasnya.