Kabar Ngetren/Jakarta – Bambang Soesatyo, Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran (UNPAD), Anggota Komisi III DPR RI, dan dosen Pascasarjana Universitas Pertahanan (UNHAN), menyoroti tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi dinamika politik yang kompleks. Sebagai negara kepulauan dengan keragaman budaya, etnis, dan agama yang sangat tinggi, Indonesia kerap menghadapi potensi konflik antara berbagai kelompok. Radikalisme dan ekstremisme menjadi salah satu tantangan utama yang harus diselesaikan melalui pendekatan damai.
Dalam kuliah umum yang disampaikan secara daring pada Jum’at, (29/11), di Pascasarjana Program Studi Damai dan Resolusi Konflik, Fakultas Keamanan Nasional UNHAN, Bambang Soesatyo menekankan bahwa resolusi konflik yang damai tidak hanya berfokus pada penyelesaian masalah jangka pendek, tetapi juga membangun hubungan sosial yang harmonis antara kelompok yang berseteru.
Menurut Bambang Soesatyo, pendekatan damai merupakan kunci dalam meredakan ketegangan sosial di Indonesia, dengan contoh konkret adalah pelaksanaan dialog antara pemerintah dan kelompok masyarakat sipil di daerah rawan konflik, seperti di Papua dan Aceh. Dialog ini bertujuan membangun pemahaman dan saling menghormati antara kelompok yang berbeda, sehingga dapat mengurangi potensi ketegangan.
Bamsoet, sapaan akrabnya, juga mengungkapkan bahwa proses perdamaian yang terjadi di Aceh setelah MoU Helsinki 2005 menjadi bukti nyata dari keberhasilan pendekatan damai. Proses tersebut berhasil mengakhiri konflik bersenjata selama hampir 30 tahun antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia. Pembangunan ekonomi dan pendidikan inklusif yang digalakkan sejak perjanjian damai ini telah menciptakan stabilitas yang lebih baik di Aceh.
“Program mediasi yang dilakukan oleh Komnas HAM pasca-damai di Aceh juga terbukti sukses mengurangi potensi bentrokan antara mantan kombatan dan masyarakat sipil. Tingkat kekerasan di Aceh menurun hingga 80%, menjadikan Aceh sebagai contoh sukses penyelesaian konflik dengan metode damai,” tambahnya.
Politik Identitas dan Polarisasi Sosial
Di sisi lain, Bambang Soesatyo juga menyoroti isu politik identitas yang semakin marak dalam beberapa tahun terakhir. Politik berbasis identitas etnis dan agama dapat memicu polarisasi dan memecah belah masyarakat, sebagaimana terlihat dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 yang mengangkat isu identitas antara Anies yang muslim dan Ahok yang non-muslim.
Menurut Bamsoet, agar Indonesia bisa lebih bersatu, peran pemerintah dan masyarakat harus semakin diperkuat dalam menciptakan ruang dialog dan rekonsiliasi. Edukasi tentang toleransi dan perdamaian harus dimasukkan dalam kurikulum pendidikan sejak dini, untuk mengurangi potensi perpecahan di masa depan.
Masa Depan Indonesia yang Inklusif dan Damai
Bambang Soesatyo menutup kuliah dengan mengutip hasil penelitian Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang menunjukkan bahwa generasi muda yang mendapatkan pendidikan tentang toleransi memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk terlibat dalam aktivitas sosial yang inklusif dan damai. Hal ini menjadi harapan besar untuk masa depan Indonesia yang lebih harmoni, dengan mengedepankan nilai-nilai perdamaian dan kerukunan.