Pagar daratan adalah hal biasa, tetapi pagar laut merupakan sesuatu yang luar biasa. Akan lebih menarik jika pembangunan di laut diarahkan untuk hal yang lebih bermanfaat, seperti jembatan yang menghubungkan Jakarta dan Lampung.
Jembatan ini dapat dirancang dengan apartemen dan pertokoan di sepanjangnya, sehingga menarik minat orang untuk bersepeda santai sambil menikmati perjalanan, berbelanja oleh-oleh khas Lampung, dan mencicipi makanan lokal seperti seruit, sambal khas daerah tersebut.
Dengan begitu, pembangunan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga menciptakan kebahagiaan bagi masyarakat.
Namun, proyek pembangunan di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 justru menuai kontroversi. Gerakan Rakyat Anti Oligarki (GRAO) melakukan aksi besar-besaran pada 8 Januari 2025 untuk menentang proyek ini.
Mereka menilai proyek ini tidak memenuhi prosedur dan melanggar peraturan. Aksi tersebut menghadapi perlawanan dari kelompok warga yang mengatasnamakan Desa Kali Baru dan Desa Keramat Sukawali.
Meski sempat tegang, aparat keamanan berhasil mencegah bentrokan fisik.
Kondisi semakin rumit ketika pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPP) melakukan penyegelan pada 10 Januari 2025, memerintahkan pembongkaran pagar laut sepanjang 30 km yang telah dibangun di Pantai Utara Laut Jawa.
Pihak PIK-2 menyangkal keterlibatan mereka dalam pembangunan pagar laut tersebut, meski logikanya sulit diterima mengingat besarnya biaya yang diperlukan untuk membangun pagar tersebut.
Beban biaya pembongkaran dan kerusakan lingkungan yang timbul harus ditanggung oleh pihak yang membangun pagar tersebut. Sanksi atas pelanggaran hukum lingkungan juga perlu diterapkan.
Pembangunan yang berkelanjutan mungkin lebih realistis jika diarahkan pada proyek yang monumental, seperti Jembatan Selat Sunda, yang dapat menjadi penghubung Pulau Jawa dan Sumatra.
Jembatan ini dapat dirancang dengan fasilitas apartemen dan komersial yang memenuhi standar, serta memperoleh izin yang jelas dari pemerintah.
Masalah utama yang dirasakan masyarakat adalah dampak sosial dan ekonomi yang muncul akibat proyek PIK-2. Banyak warga kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka, sementara ganti rugi yang diberikan dinilai tidak sepadan.
Selain itu, nilai sejarah dan spiritual wilayah tersebut, yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat selama bertahun-tahun, turut terancam hilang.
Oleh karena itu, penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual dan keberadaan masyarakat di wilayah ini harus menjadi perhatian utama.
(Jacob Ereste)
Banten, 12 Janyari 2025