Scroll untuk baca artikel
BeritaHeadlineNewsPendidikanTrending

Catatan Ketua MPR RI: Pendidikan, Tantangan dan Harapan

99
×

Catatan Ketua MPR RI: Pendidikan, Tantangan dan Harapan

Sebarkan artikel ini

Kabar Ngetren/Jakarta – Membuka akses seluas-luasnya bagi anak-remaja usia sekolah agar dapat mengenyam pendidikan akan menyelamatkan masa depan puluhan juta generasi muda. Program prioritas yang dicanangkan oleh Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih idealnya diawali dengan evaluasi terhadap pemanfaatan ratusan triliun anggaran pendidikan yang setiap tahun dialokasikan negara.

Fakta dan data resmi negara menunjukkan bahwa masih ada belasan juta anak putus sekolah, dan hampir 10 juta Gen-Z menganggur karena putus sekolah serta tidak berkeahlian. Ini menjadi indikator rendahnya efektivitas pemanfaatan anggaran pendidikan yang sangat besar. Kewajiban negara mengalokasi anggaran pendidikan 20 persen dari total nilai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mulai direalisasikan sejak APBN tahun 2019, dengan nilai Rp 487,9 triliun.

Pada tahun 2020, anggaran pendidikan naik menjadi Rp 508,1 triliun dan pada 2021 mencapai Rp 549,5 triliun. Meski sedikit menurun pada 2022 dengan alokasi APBN sebesar Rp 542,831 triliun, besaran alokasi anggaran pendidikan mencapai level baru dalam APBN 2023, yaitu Rp 612,2 triliun. Tahun 2024 ini, anggaran pendidikan naik cukup besar, mencapai Rp 660,8 triliun. Sejak 2019 hingga tahun ini, total alokasi anggaran pendidikan sangatlah besar, dan patut dipahami sebagai upaya negara membangun sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan kompeten sesuai kebutuhan zaman.

Baca Juga  Kemeriahan Literasi Day di SDK Dharma Mulya Surabaya

Rancangan anggaran pendidikan bertujuan meningkatkan kompetensi guru dan tenaga kependidikan, pemerataan kualitas pendidikan, peningkatan sarana-prasarana pendidikan, serta peningkatan kualitas PAUD. Juga mendorong peningkatan akses pendidikan di semua jenjang, terutama di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Upaya lain termasuk penguatan konektivitas pendidikan vokasi dengan pasar kerja, perluasan program beasiswa, memajukan kebudayaan, penguatan mutu perguruan tinggi, dan pengembangan riset dan inovasi.

Evaluasi dan Tantangan Ke Depan. 

Setelah enam tahun upaya negara dengan dana ribuan triliun rupiah bagi pengembangan pendidikan generasi muda bangsa, kini saatnya mengedepankan pertanyaan tentang pencapaian yang sudah dihasilkan. Meskipun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia rata-rata meningkat 0,77 persen per tahun sepanjang periode 2010-2022, dari aspek pendidikan anak dan remaja, masyarakat merasa progres sektor pendidikan nasional belum signifikan.

Pada setiap awal tahun ajaran baru, banyak keluarga mengeluhkan kesulitan mendapatkan akses bagi anak mereka diterima di sekolah. Menurut data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang diolah Bappenas pada 2022, anak-remaja usia sekolah (7-18 tahun) yang tidak bersekolah mencapai 4.087.288 anak, meningkat dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencapai 3.939.869 anak. Juga tercatat sedikitnya 3.356.469 anak usia sekolah sudah drop out pada tahun-tahun ajaran sebelumnya. Selain itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ada 10 juta remaja atau generasi Z (Gen-Z) yang tidak melanjutkan sekolah dan tidak bekerja.

Baca Juga  Gerakan Intervensi Pencegahan Stunting Diluncurkan di Kota Cirebon

Solusi dan Harapan. 

Data dan fakta ini patut direspons dengan penuh kebijaksanaan. Negara harus segera melakukan intervensi dengan solusi yang tepat agar belasan juta anak-remaja siap menghadapi masa depan mereka yang sarat tantangan. Mereka layak memperoleh pendidikan yang memadai agar punya kompetensi ketika memasuki dunia kerja yang terus berubah.

Gagasan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih dengan prioritas program membuka akses seluas-luasnya bagi anak-remaja usia sekolah untuk mengenyam pendidikan menjadi sangat relevan. Jika program ini bisa direalisasikan, setidaknya akan menyelamatkan masa depan puluhan juta anak-remaja yang saat ini tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Modal dasar untuk membiayai program ini sudah ada, yakni kewajiban negara mengalokasikan 20 persen dari total nilai APBN untuk anggaran pendidikan yang sudah dimulai sejak 2019. Fakta dan data tentang belasan juta anak-remaja putus sekolah hendaknya dijadikan pijakan untuk evaluasi, dan upaya meningkatkan efektivitas pemanfaatan anggaran yang nilainya per tahun mencapai ratusan triliun rupiah itu.

Baca Juga  Kondisi Kemanusiaan Mengkhawatirkan di Palestina: Panggilan untuk Perdamaian dan Bantuan Internasional

Urgensi penyesuaian kurikulum pendidikan bagi anak-remaja pun hendaknya menjadi perhatian para ahli dari tim transisi Prabowo. Anak-remaja saat ini, atau Gen-Z, sudah menapaki Revolusi Industri 4.0, era ketika hampir semua aspek dalam kegiatan ekonomi dan industri berevolusi dengan mengadopsi teknologi digital, integrasi sistem, kecerdasan buatan dan konektivitas. Literasi digital dalam proses pendidikan anak-remaja perlu diintensifkan, agar generasi muda Indonesia mampu membangun kompetensi mereka sesuai kebutuhan zaman.

Dengan demikian, kebutuhan lapangan kerja Indonesia idealnya bisa dipenuhi oleh tenaga kerja lokal, tidak lagi tenaga kerja asing. Syarat utamanya, negara harus peduli dalam pendidikan anak dan remaja, dengan memberi mereka ruang dan peluang untuk membangun kompetensi sesuai kebutuhan zaman.

Bambang Soesatyo.
Ketua MPR RI/Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Borobudur, Universitas Trisakti, dan Universitas Pertahanan RI (UNHAN).