Kabar Ngetren/Jakarta – Pada Selasa-Rabu, (12-13/11), Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL) dan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Implementasi Kewenangan Jaksa Agung dalam Penanganan Perkara Koneksitas”. Acara ini diadakan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta dan dibuka langsung oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin.
FGD ini bertujuan untuk membahas secara komprehensif kewenangan Jaksa Agung dalam menangani perkara koneksitas, yakni perkara pidana yang melibatkan aparat sipil dan militer secara bersamaan. Dengan tema yang relevan ini, acara diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana Kejaksaan mengelola dan menangani kasus yang melibatkan kedua elemen ini.
Dalam sambutan pembukaannya, Jaksa Agung Burhanuddin menekankan pentingnya sinergi antara Kejaksaan dan lembaga peradilan militer. Sinergi ini sangat diperlukan untuk mengatasi masalah hukum yang melibatkan dua pihak yang berbeda, baik itu sipil maupun militer. Menurut Jaksa Agung, hal ini mengacu pada Pasal 35 Ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021, yang memberi kewenangan lebih besar bagi Kejaksaan dalam penanganan perkara koneksitas.
“Pembentukan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL) menjadi langkah strategis yang memungkinkan Kejaksaan untuk mempercepat proses hukum, baik dalam tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus,” ujar Jaksa Agung. Dengan langkah ini, diharapkan prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan dapat tercapai.
Jaksa Agung juga menjelaskan bahwa dalam penanganan perkara koneksitas, perlu adanya pendekatan yang menggabungkan prosedur dari kedua lingkungan peradilan, yakni peradilan umum dan militer. Sebagai Penuntut Umum tertinggi, Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk mendelegasikan penuntutan kepada Penuntut Umum di peradilan umum dan Oditur di peradilan militer. Dengan demikian, penuntutan dalam perkara yang melibatkan aparat sipil dan militer dapat dilakukan secara terintegrasi.
Penanganan perkara koneksitas sering kali menghadapi tantangan besar, terutama ketika dilakukan secara terpisah. Hal ini dapat menyebabkan dualisme kebijakan penuntutan dan disparitas dalam pemidanaan. Oleh karena itu, Jaksa Agung menekankan pentingnya penanganan terpadu dalam upaya mencapai penegakan hukum yang adil dan efektif.
“Dengan pendekatan terpadu, kita berharap dapat menyelesaikan perkara koneksitas dengan lebih adil, menghindari kebijakan yang bertentangan, dan mewujudkan keselarasan dalam penanganan kasus yang melibatkan kepentingan sipil dan militer,” tambahnya.
Melalui FGD ini, Jaksa Agung berharap para penegak hukum dari Kejaksaan, TNI, dan Kepolisian dapat semakin memahami pentingnya kerja sama dalam menangani perkara koneksitas. Lebih lanjut, FGD ini juga bertujuan memperkuat hubungan antar-lembaga penegak hukum, menciptakan sinergi yang lebih baik, serta menyusun landasan hukum yang lebih kokoh melalui nota kesepahaman bersama.
Jaksa Agung berharap dengan adanya peningkatan sinergi antar-institusi, penegakan hukum di Indonesia akan semakin optimal dan mampu memberikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. FGD ini juga dihadiri oleh berbagai pejabat tinggi, termasuk perwakilan Panglima TNI, pejabat Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, serta pejabat dari Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.
Dengan kehadiran berbagai pihak yang terlibat, diskusi ini diharapkan mampu mengidentifikasi tantangan dalam penanganan perkara koneksitas, serta mencari solusi terbaik untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih efektif dan efisien di Indonesia.