Kabar Ngetren/Jakarta – Anggota DPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, memberikan apresiasi tinggi kepada film drama komedi ‘Negeri Para Ketua’ yang disutradarai oleh Agustinus Sitorus. Film ini menghadirkan kisah unik berlatar Kota Medan, yang terkenal dengan keragaman etnis dan budayanya. Melalui cerita tentang konflik antar lima kubu besar seperti Kubu Jawa, Melayu, Batak, India, dan Tionghoa, film ini mengangkat isu keberagaman dalam balutan humor segar.
“Film ‘Negeri Para Ketua’ menunjukkan bagaimana perbedaan budaya bisa menjadi sumber konflik, tetapi sekaligus membuka ruang untuk dialog dan pemahaman. Ini adalah pesan yang relevan untuk memperkuat persatuan di tengah keberagaman bangsa kita,” ujar Bambang Soesatyo usai menyaksikan film tersebut di Jakarta, Jum’at, (6/12).
Turut hadir pada kesempatan itu, sutradara Agustinus Sitorus dan para pemeran seperti Aura Kasih, Leony Vitria, serta Adi Sudirja.
Bambang Soesatyo, yang juga menjabat sebagai Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20, mengungkapkan bahwa film ini berfokus pada perseteruan para ketua kubu. Konflik bermula ketika Acong, Ketua Kubu Tionghoa, ingin memperluas pengaruhnya dengan menjodohkan Kenzo dan Anjali, adik dari Ketua Kubu India, Rakesh. Namun, rahasia hubungan antara Anjali dan Binsar, Ketua Kubu Batak, justru memperumit situasi.
“Meski menyajikan konflik yang kompleks, film ini tetap terasa ringan dan menghibur. Karakter-karakternya memiliki motivasi yang beragam, menggambarkan dinamika hubungan antar manusia yang erat kaitannya dengan budaya dan tradisi masing-masing,” kata Bamsoet.
Sebagai Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan FKPPI, Bambang Soesatyo menilai film ini berhasil menyampaikan pesan penting tentang toleransi dan harmoni di tengah keberagaman.
“Dengan pendekatan humoris, film ini mengajak kita untuk merenungkan pentingnya dialog dan saling pengertian. Ini adalah karya yang merangkul keberagaman dengan cara yang menyentuh dan relevan,” tambahnya.
Film ini menggambarkan tidak hanya ambisi dan konflik, tetapi juga harapan akan perdamaian yang tercipta melalui pemahaman dan dialog antar kelompok.
“Pesan moral di akhir cerita mengajarkan kita bahwa keberagaman adalah kekuatan. Dalam mozaik kebudayaan Indonesia, setiap elemen memiliki peran penting dalam menciptakan harmoni,” pungkas Bamsoet.