Kabar Ngetren/Jakarta – Jaksa Agung ST Burhanuddin menerima kunjungan dari Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dan timnya. Pertemuan ini menyoroti dugaan tindak pidana korupsi dan fraud yang melibatkan pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta. Senin, 18/3.
Jaksa Agung mengungkapkan bahwa kasus kredit ini terbagi dalam beberapa tahap (Batch). Batch 1 melibatkan empat perusahaan yang diduga terlibat dalam fraud dengan total mencapai Rp2,504 triliun. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT RII, PT SMS, PT SPV, dan PT PRS.
“Perusahaan-perusahaan ini akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) untuk ditindaklanjuti dalam proses penyidikan,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung juga mengungkapkan bahwa sedang dalam proses pemeriksaan Batch 2 yang melibatkan enam perusahaan dengan dugaan fraud senilai Rp3 triliun dan 85 miliar. Kasus ini masih dalam proses pemeriksaan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI dan akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN) untuk pemulihan aset.
Perusahaan-perusahaan debitur Batch 2 diingatkan untuk segera menindaklanjuti kesepakatan dengan JAM DATUN, BPKP, dan Inspektorat Kementerian Keuangan untuk menghindari proses pidana.
Laporan kredit LPEI ini terdeteksi sejak tahun 2019, namun status debitur perusahaan-perusahaan tersebut masih belum ditentukan. Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di sektor kelapa sawit, batu bara, perkapalan, dan nikel.
Menteri Keuangan menekankan bahwa kunjungan ini mencerminkan sinergi antara Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum terkait keuangan negara, sebagaimana yang dilakukan dalam penanganan perkara Satgas BLBI.
Selain itu, Menteri Keuangan menyatakan bahwa LPEI akan terus melakukan penelitian terhadap kredit-kredit bermasalah dan bekerja sama dengan JAM DATUN, BPKP RI, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dalam satu Tim Terpadu.
“Mendukung LPEI dalam meningkatkan ekspor Indonesia dengan menerapkan tata kelola yang baik dan zero tolerance terhadap pelanggaran hukum adalah prioritas negara sesuai mandat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009,” tambah Menteri Keuangan. eFHa.