Kabar Ngetren/Sumedang – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menekankan bahwa esensi dari gelar akademik, baik di jenjang S1, S2, maupun S3, terletak pada kemampuan untuk mengubah cara berpikir. Hal ini disampaikannya dalam acara Pembekalan kepada Calon Wisudawan Program Sarjana Terapan Ilmu Pemerintahan, Program Magister Terapan Studi Pemerintahan, dan Program Doktor Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Tahun Akademik 2023/2024 di Gedung Balairung Rudini, Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Jum’at, (26/7).
“Saya ingin menyampaikan bahwa S1, S2, S3 mau belajar ini adalah mengubah cara berpikir dari non-science menjadi science, dari tidak berpikir ilmiah menjadi berpikir ilmiah, tapi ada tingkatannya. Pada saat di S1 targetnya cuma satu saja, mengubah dari cara berpikir yang non-ilmiah misalnya tebak-tebakan atau feeling-feeling-an, insting, menjadi berbasis ilmiah,” ujar Tito Karnavian.
Mendagri menjelaskan bahwa pada tingkat S1, mahasiswa dilatih untuk menjawab pertanyaan “what” dengan menggunakan referensi standar dan metodologi dasar. Pada tingkat S2, mereka diajak untuk menjawab pertanyaan “how”, yang memerlukan analisis lebih mendalam, referensi yang lebih banyak, dan metodologi yang lebih kompleks. Sementara pada tingkat S3, mahasiswa diharapkan mampu menjawab pertanyaan “why”, yaitu melakukan analisis mendalam, menjawab pertanyaan dengan teori, dan bahkan menemukan teori baru.
“Lebih hebat lagi dia mematahkan teori itu, temuan saya tidak cocok dengan teori itu, itu hebat, yang paling hebat kalau dia menemukan teori baru, itulah S3. Cara berpikir sudah menantang konsep orang lain yang melakukan penelitian juga dengan komprehensif, dan teorinya berlaku universal dan kita bisa patahkan, itu hebat,” jelasnya.
Menurut Mendagri, yang menarik bukanlah topik skripsi, tesis, atau disertasi, melainkan bagaimana mahasiswa menyelesaikan permasalahan menggunakan referensi, studi kepustakaan, dan metodologi yang benar. Referensi membantu membandingkan masalah dan solusi yang ada, studi pustaka mencari teori yang relevan, dan metodologi yang tepat mengumpulkan data berkualitas, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
“Kunci daripada S3 terutama adalah kemampuan metodologi, dan setelah itu, baru kita menganalisis semua temuan penelitian kita. Metodologi penelitian kita dengan referensi dan studi kepustakaan itu dianalisis, sehingga timbul, kita bisa memiliki opsi-opsi solusi pemecahan masalah jawaban atas masalah dan kita memilih yang kita anggap yang terbaik dari semua opsi itu. Itulah cara berpikir ilmiah,” tegasnya.
Mendagri mengingatkan calon wisudawan IPDN agar tidak terjebak dalam kebanggaan semu terhadap gelar akademik yang tidak memberikan makna signifikan. Menurutnya, gelar akademik mudah didapat, tetapi kemampuan berpikir ilmiah jauh lebih berharga. Cara berpikir inilah yang menjadi senjata penting untuk menghadapi berbagai permasalahan sehari-hari.
“Nah itulah sebetulnya makna yang terpenting dari seorang sarjana. Jadi, sekali lagi bukan gelarnya S1, S2, S3, dan lain-lain, tapi adalah mengubah cara berpikir. It’s not really the title you are after, what we are after is changing our way of thinking to be scientific,” pungkasnya.